Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Tengah Aksi Ojol di Surabaya, Setiabudi Pilih Menepi tapi Tak Berdiam

Kompas.com, 21 Mei 2025, 08:09 WIB
Suci Rahayu,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Sejak pagi, Rabu (20/5/2025), ribuan driver ojek online memadati jalanan Surabaya untuk melakukan aksi demonstrasi. Mereka datang dari berbagai penjuru Jawa Timur mulai dari Gresik, Sidoarjo, Malang, hingga Kota Pahlawan sendiri.

Aksi ini merupakan bagian dari gelombang protes nasional yang dilakukan serentak di berbagai daerah. Mereka menuntut keadilan tarif, regulasi yang berpihak dan kejelasan nasib di tengah ketergantungan terhadap aplikasi.

Sorak massa dan deretan poster tuntutan mengalir dan berhenti di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Namun, di antara lautan jaket hijau yang melakukan aksi, tampak satu sosok yang justru duduk diam di pinggir jalan, tidak jauh dari lokasi aksi.

Namanya Setiabudi, datang bukan untuk berorasi, melainkan sekadar mampir memberi semangat pada teman-temannya.

Ya sejak pagi tadi saya tetap narik dan tidak matiin aplikasi," kata pria asal Sukodono, Sidoarjo, itu kepada Kompas.com.

Baca juga: Demo Ojol di Surabaya Berakhir Damai, Demonstran: Beruntung Pemprov Jatim Buka Mediasi

"Ini pekerjaan utama saya sehari-hari. Ini pas lewat daerah sini saya mampir untuk melihat teman-teman yang sedang aksi,” imbuh dia.

Ia tahu betul apa yang sedang diperjuangkan. Sebab, ia pun ikut merasakan getirnya kebijakan yang belakangan banyak dikeluhkan para driver ojol, terutama soal program layanan hemat dari salah satu aplikator.

Meski program tersebut memang bersifat opsional. Namun, dampaknya cukup besar bagi pendapatan.

Jika mendaftar maka setiap dua order layanan hemat, penghasilan driver akan dipotong Rp 2.000. Di mana seharusnya pelanggan membayar minimal Rp 8.000, dalam skema hemat tarif turun menjadi Rp 6.500.

“Itu tidak paksaan, yang mau daftar di aplikasi. Kalau tidak mau ya tidak ada layanan hemat itu,” kata Setiabudi.

“Iya saya ikut, tapi kadang saya batasi. Kalau sudah dua orderan, saya matikan program hematnya. Tapi enggak mesti juga,” sambung dia.

Meski penghasilannya dipangkas, ia mengakui bahwa program hemat mempercepat aliran order. Sebaliknya, jika tidak mengaktifkannya, order bisa lama masuk.

Baca juga: Kisah Retno, Guru Honorer Lulusan S2 Kampus Negeri di Malang Sekaligus Jadi Lady Ojol

"Sejauh ini total 80 persen paling banyak orderan dari layanan program hemat, makanya banter. Jadi ya pinter-pinter menyiasatinya saja,” ujar dia.

Ia lantas mengenang masa-masa awal menjadi ojol, ketika insentif dari aplikator masih cukup menjanjikan.

“Waktu masih baru-baru ya dipotong Rp 4.000, tapi kan ada insentif. Kalau tujuh orderan dapat tambahan Rp 21.000. Lebih dari itu ditambah-tambah."

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau