SURABAYA, KOMPAS.com - Sejumlah driver ojek online atau ojol di Jawa Timur mengeluhkan masalah aturan pemotongan tarif yang terlalu ruwet, sehingga membuat mereka mendapatkan keuntungan yang tak seberapa.
Setidaknya, sebanyak 6.700 driver ojol dari beberapa kota, seperti Malang, Pasuruan, dan Sidoarjo, berkumpul di Surabaya untuk menggelar aksi demonstrasi di beberapa titik, Selasa (20/5/2025).
Salah satu driver Grab Bike bernama Fendy (39) datang jauh-jauh dari Malang ke Surabaya untuk menyampaikan aspirasi kepada aplikator dan pemerintah.
Bekerja sebagai driver ojol sejak tahun 2017, Fendy merasakan adanya perubahan yang signifikan selama memperoleh pendapatan.
Baca juga: Segini Potongan yang Diterima Ojol, Terkadang Lebih dari 20 Persen
Awalnya, dia bekerja, dalam sehari bisa mengantongi pendapatan Rp 300.000.
“Saya ini sebagai pekerjaan utama. Sehari rata-rata Rp 80.000-Rp 150.000. Kalau full 1 bulan, libur 4 hari, bisa Rp 3 juta sampai Rp 4 juta,” katanya saat ditanya Kompas.com di Surabaya, Kamis (20/4/2025).
Pada tahun 2017, Grab memberikan insentif kepada driver melalui pengumpulan poin dan berlian.
Nominalnya, dalam sehari bisa Rp 150.000-Rp 280.000.
“Sekarang kalau mau dapat bonus ada jam-jamnya, seperti pagi jam 5-11, itu ada berliannya ada berapa. Dari 100 driver, yang ngejar insentif itu mungkin 5 orang,” katanya.
Pendapatannya semakin menurun ketika Grab menerapkan aturan pemotongan tarif yang lebih besar dari pendapatan driver.
Belum lagi layanan Grab Bike Hemat yang lebih banyak diminati pelanggan karena murah, dinilai merugikan para ojol.
“Potongan 20 persen dari aplikator itu ternyata nggak sesuai. Jadi, misal customer kena ongkir Rp 16.000, masuk ke driver itu Rp 7.200-Rp 8.200. Itu ada biaya layanan, aplikasi, itu yang bikin bengkak atau gimana, akhirnya orderannya agak sepi,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh driver Gocar asal Sidoarjo, Ari Budi (40).
Menurutnya, tarif batas terendah yang ditetapkan pemerintah bersama aplikator sebesar Rp 2.800 terlalu kecil.
“Kita mau jemput customer sekitar 4-5 kilometer. Begitu sampai, kita mengantar ke titik drop off juga jauh. Kalau enggak diambil, perasaan kita enggak enak,” ucap Budi.
Pendapatan bersih Budi sebagai driver Gocar dalam sebulan sekitar Rp 2,5 juta.
Pendapatan tersebut jauh lebih kecil dibanding awal dia bekerja sebagai driver ojol pada tahun 2017, yang sekitar Rp 4,5 juta.
Belum lagi biaya perawatan mobil, operasional bensin, dan pemotongan tarif layanan dari aplikasi membuatnya menjerit.
Bekerja hanya dengan mengandalkan sebagai driver Gocar sekarang tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
“Ini saya cuma sampingan saja. Kalau utama, enggak cukup. Saya juga bekerja sebagai cleaning service di salah satu instansi di Pasuruan,” katanya.
Berbeda dengan Fendy dan Budi, driver Gocar asal Sidoarjo, Haryanto (60), telah dikontrak oleh aplikator selama enam tahun.
Pada usianya yang tak lagi muda, dia merasa bekerja sebagai driver taksi online cukup fleksibel.
“Saya dulu kerja jadi manajer di salah satu pabrik sepatu. Terus dari tahun 2017, saya mulai jadi driver,” kata Haryanto.
Dia juga tak ikut berkumpul dengan massa untuk menggelar aksi demonstrasi hari ini. Namun, dia memutuskan untuk libur dan menonaktifkan aplikasi sebagai bentuk solidaritas.
“Saya sudah umur 60 tahun, jadi ya kalau mau kerja juga susah. Jadi ya bertahan gini aja, maksimal jam 21.00, nggak usah ngoyoh (menggebu-gebu),” katanya.
Dalam sehari, dia bisa mengantar customer sebanyak 10 orang dengan tarif yang berbeda-beda.
Meski begitu, dia tak menampik bahwa kondisi ojek dan taksi online sekarang menurun dibanding awal tahun 2018.
“Awalnya dulu Uber, terus kan gabung dengan Grab. Mulai ojol tahun 2018, dulu setiap hari bisa dapat Rp 300.000. Sekarang paling Rp 2 juta, pernah Rp 1,5 juta sebulan," ujarnya.
Ribuan driver ojol dari berbagai daerah berkumpul di Surabaya untuk menggelar aksi demonstrasi.
Mereka menuntut potongan aplikasi menjadi 10 persen, menaikkan tarif pengantaran penumpang, segera terbitkan regulasi tarif pengantaran makanan dan barang, tentukan tarif bersih yang diterima mitra, dan mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan UU Transportasi Online Indonesia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang