SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah kesibukan mengajar di ruang kelas, sekelompok guru seni rupa tetap berkomitmen pada seni dengan menggelar pameran lukisan tahunan.
Pameran yang telah memasuki tahun keempat ini diselenggarakan komunitas Art-i di Galeri Dewan Kesenian Surabaya, kompleks Alun-Alun Surabaya, dari 3 hingga 9 Mei 2025.
Bertajuk "Menyamai Estetika", pameran ini menjadi cermin tekad para guru untuk terus merawat nilai-nilai keindahan dalam proses pendidikan.
Sebanyak 30 karya ditampilkan, hasil eksplorasi 15 guru seni dari berbagai penjuru Tanah Air, termasuk peserta dari Kalimantan yang turut berpartisipasi.
Setiap peserta menghadirkan minimal dua karya, dengan gaya, media, dan pendekatan artistik yang mencerminkan keragaman ekspresi pribadi.
Baca juga: Manusia Butuh Seni, Bangsa Ini Juga: Catatan Pameran Lukisan Lintas Iman
“Pameran ini dilaksanakan, biar tetap berkarya, karena selama ini kalau sudah menjadi guru, lupa untuk berkarya. Jadi ini pameran tahun keempat dan bertema,” ujar Ketua Panitia, Budi Santoso SPd kepada Kompas.com.
Lebih dari sekadar ajang memamerkan lukisan, pameran ini juga menjadi ruang pembuktian bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi juga individu yang terus tumbuh bersama karyanya.
Di tengah tantangan zaman dan minimnya apresiasi terhadap seni rupa, para guru tetap berupaya menciptakan dan menginspirasi.
“Ya, memang seni rupa di Surabaya masih tergolong sepi peminat pengunjungnya. Untuk itu, dengan adanya pameran ini, biar orang menghargai karya seni, terutama seni rupa."
"Untuk medianya pun tidak dibatasi, semua peserta bisa berkarya dengan banyak eksplorasi,” imbuh Budi.
Seorang pengunjung melihat pameran lukisan di tengah padatnya rutinitas mengajar, sekelompok guru seni memilih untuk tidak melupakan panggilan hatinya sebagai seniman.Melalui pameran ini, para guru juga berusaha mendekatkan diri kepada murid-muridnya, menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di kelas bukan sekadar teori.
Lukisan-lukisan yang terpajang menjadi perpanjangan tangan mereka dalam menyampaikan pesan dan keindahan.
“Setiap lukisan di sini bisa menjadi jendela pembelajaran. Kami berharap siswa dapat melihat seni tidak hanya sebagai produk, tetapi juga proses yang sarat makna,” kata Budi Santoso.
Komunitas Art-i lahir dari semangat kolektif empat guru seni budaya pada Juli 2021, yaitu Betoro Gluduk (SMPN 38 Surabaya), Budi Santoso (SMPN 18 Surabaya), Anwar (SMPN 49 Surabaya), dan Ngadiono (SMPN 21 Surabaya).
Nama Art-i bukan sekadar akronim dari art dan idealisme, tetapi juga menyiratkan makna personal “Aku” sebagai seniman yang tidak pernah berhenti berkarya dan berbagi nilai kehidupan melalui seni.
Baca juga: Meneladan Sosok Gus Dur Melalui Pameran Lukisan
“Art-i adalah seni yang memberi arti. Huruf ‘i’ bisa diartikan sebagai idealisme atau ‘I’ dalam bahasa Inggris yang berarti Aku."
"Dalam hal ini, Aku adalah setiap anggota grup Art-i yang merupakan guru seni budaya. Secara utuh, ART-i bisa diartikan sebagai karya seni rupa yang memberikan makna kehidupan,” pungkasnya.
Dengan konsistensi seperti ini, diharapkan dapat memantik semangat yang sama pada generasi muda, bahwa berkarya tidak harus menunggu waktu luang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang