SURABAYA, KOMPAS.com - Di antara keriuhan lalu lalang kendaraan bermotor serta cakap-cakap para penunggu bus, tampak Munindra, seorang lansia yang berpeluh keringat sembari memikul dagangan mainannya di depan halte Jalan Darmo, Surabaya.
Pria 63 tahun itu berencana menjajakan dagangannya di sekitar SD Karah dan Ketintang.
Munindra selalu mengawali harinya di pukul 10.00 WIB, mengambil kulakan mainan di Pasar Atom Surabaya.
Lalu, sekitar pukul 11.00 WIB, dia mulai menyusuri sekolah sambil berharap agar dagangannya cepat laris.
Ia sudah malang melintang melakoni pekerjaan itu lebih dari 40 tahun. Dari Surabaya hingga Bali sudah pernah disambanginya.
Baca juga: Kisah Hidup Mail, Kakek 80 Tahun yang Ulet Berdagang dan 2 Kali Ditipu
Munindra, pria asal Bojonegoro itu memulai ceritanya pada tahun 1969 ketika dia pertama kali merantau ke Surabaya.
“Waktu itu usia saya baru tujuh tahun, ikut orangtua ke Surabaya untuk jualan buah di Pasar Blauran,” ucap Munindra saat didatangi Kompas.com, Jumat (2/2/2025).
Kurang lebih selama lima tahun, Munindra membantu kedua orangtuanya berdagang.
Namun, setelah lulus SD, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Ketika menginjak umur 17 tahun, Munindra mulai mencari pekerjaan lain dengan menjadi penjual koran jalanan selama kurang lebih tiga tahun.
Karena tidak tahan, dia beralih pekerjaan menjadi pedagang pakaian di sekitaran Siola, Jalan Tunjungan, Surabaya.
Sejak saat itu, Munindra bertemu seorang teman yang mengajaknya untuk berdagang keliling ke kota-kota di Jawa Timur.
“Tahun itu saya masih jualan pakaian, masih belum jualan mainan,” ujarnya.
Baca juga: Keluh Pedagang Mainan, Omzet Turun karena Tak Kuasa Lawan Pasar Online
Mulai dari Surabaya, Nganjuk, Ngawi, Madiun, Tulungagung dia jajaki dari satu bazar ke bazar lain.
Setiap event, mulai dari pertunjukan wayang kulit, pameran, festival tak pernah dia absen untuk ikuti.