Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: "Sound Horeg" Tanpa Edukasi dan Regulasi, Hanya Jadi Gangguan Sosial

Kompas.com, 25 April 2025, 23:45 WIB
Bilal Ramadhan

Editor

Sumber Antara

SURABAYA, KOMPAS.com - Akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya Radius Setiyawan menyatakan pengakuan terhadap sound horeg sebagai karya yang berhak mendapatkan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) perlu dikaji secara cermat.

Hal ini agar tidak menimbulkan dampak negatif di masyarakat.

Radius yang merupakan dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu menilai sound horeg memiliki nilai artistik dan potensi kreatif sebagai bagian dari ekspresi budaya populer.

Namun, tanpa adanya edukasi, regulasi, dan sensitivitas sosial, fenomena tersebut dapat menjadi gangguan ketimbang sarana hiburan.

“Bukan berarti sound horeg sepenuhnya negatif. Namun, ketika tidak dibarengi dengan edukasi, regulasi, dan sensitivitas sosial, bisa menjadi gangguan sosial,” ujar Radius yang juga Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama, dan Digitalisasi UM Surabaya, Jumat (25/4/2025).

Baca juga: Kemenkumham Jatim Bakal Berikan HAKI untuk Sound Horeg, Apa Alasannya?

Ia mengungkapkan, salah satu keluhan utama masyarakat terkait sound horeg adalah tingkat kebisingannya yang melebihi ambang batas aman pendengaran.

"Kondisi ini dinilai mengganggu ketertiban dan kenyamanan, terutama di lingkungan padat penduduk, dekat tempat ibadah, atau pada malam hari," ujarnya.

Radius menjelaskan dalam kajian sosiologi suara, fenomena suara keras seperti sound horeg juga dapat merefleksikan pembagian kelas sosial dan nilai-nilai budaya tertentu.

Ia mencontohkan musik keras tersebut umumnya ditemukan di ruang-ruang publik atau acara komunitas anak muda.

“Musik keras ini bisa dipandang sebagai bentuk identitas sosial bagi kelompok tertentu, sementara kelompok lain, terutama yang lebih tua atau konservatif, menganggapnya sebagai gangguan sosial,” katanya.

Baca juga: Pelaku Sound Horeg Sambut Baik Rencana Kemenkumham Jatim Beri HAKI

Dalam konteks masyarakat urban yang padat, menurut Radius, keberadaan sound horeg dapat menciptakan perbedaan pengalaman ruang.

Di satu sisi, ada kelompok yang menikmati musik tersebut, sementara di sisi lain terdapat masyarakat yang merasa terganggu atau terasingkan.

Sebagai pengkaji budaya populer, Radius memandang sound horeg sebagai medium identitas budaya anak muda, yang memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan teknologi dan gaya hidup masa kini.

Ia menilai hal ini sebagai cerminan perubahan sosial dalam menghadapi arus modernisasi dan globalisasi.

“Anak muda yang mengadopsi sound horeg mungkin ingin menunjukkan identitas mereka yang lebih progresif atau bahkan menentang norma-norma budaya tradisional,” katanya.

Baca juga: Rencana Dapat HAKI, Pelaku Usaha Sound Horeg Janji Ikuti Aturan

Halaman:


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau