Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga dan Dinkes Malang Waspada soal Cacingan, Belum Ada Kasus

Kompas.com, 19 April 2025, 10:53 WIB
Suci Rahayu,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Kasus bocah di Jember yang harus dioperasi karena perutnya dipenuhi cacing membuat banyak orangtua tercengang.

Termasuk Wilda Fizriyani, seorang ibu yang memiliki seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dan sehari-hari bekerja serta tinggal di Malang.

Awalnya, ia hanya melihat berita itu sekilas saat sedang berselancar di media sosial.

Namun, ketika akhirnya membaca lebih lanjut dan melihat videonya, rasa khawatir langsung menyeruak.

"Wah, seram juga ya," ucap perempuan yang biasa disapa Wilda itu kepada Kompas.com.

Baca juga: Kasus Perut Anak Penuh Cacing Ascariasis, Ini 2 Penyebab Anak Tak Bisa BAB Menurut Dokter

Ia mengaku sudah cukup sadar akan bahaya infeksi cacing jauh sebelum kasus ini viral.

Di rumah, ia dan suaminya sudah terbiasa mengingatkan anak mereka untuk mencuci tangan dan kaki.

"Sebab itu, kami selalu mengajarkan anak untuk mencuci tangan sebelum makan. Bahkan, jika merasa anaknya tidak bermain tanah sekalipun, kami tetap meminta dia untuk cuci tangan, apalagi saat kami berada di tempat umum," ujar Wilda Fizriyani.

Namun, ia juga tidak menampik bahwa kesibukan dan rutinitas bisa saja membuatnya lengah.

"Terkadang ada situasi yang membuat kami lupa mengingatkan anak untuk mencuci tangan. Jadi, mungkin ini bisa jadi evaluasi buat kami ke depannya," imbuhnya.

Baca juga: Ini Gejala dan Penyebab Perut Anak Bisa Dipenuhi Cacing Ascariasis yang Perlu Diwaspadai

Sejak membaca berita itu, perempuan asal Tangerang ini pun mulai berpikir lebih jauh.

Menjaga kebersihan tangan ternyata belum cukup.

Kebersihan makanan, terutama sayur, buah, hingga ikan dan daging mentah juga harus jadi perhatian serius.

"Tidak hanya anak, kondisi itu juga bisa terjadi pada orang dewasa. Jadi, memang kami harus meningkatkan lagi kebersihan. Sama PR-nya mungkin beli obat cacing untuk anak kali ini," kata perempuan yang bekerja di dunia pendidikan itu.

"Ini penting juga karena dulu saya waktu kecil selalu dibelikan obat ini untuk mencegah cacingan. Saya rasa kebiasaan itu juga perlu dilakukan untuk anak saya. Namun, saya harus tanya-tanya dulu ke ahli kesehatan perihal penggunaan obat ini," ujarnya.

Adapun untuk kebutuhan kesehatan anak, ia biasa berkonsultasi ke bidan.

Baca juga: Anak yang Perutnya Dipenuhi Cacing di Jember Terbiasa Main di TPA dan Makan Tanpa Cuci Tangan

Sementara pemantauan tinggi dan berat badan sudah menjadi rutinitas yang dilakukannya sendiri di rumah.

Selain itu, dia berharap agar pemerintah makin aktif mengedukasi masyarakat soal ancaman infeksi cacing ini.

"Tentu diharapkan agar pemerintah lebih gencar lagi membantu edukasi kepada masyarakat supaya fenomena tersebut tidak terulang lagi," kata Wilda Fizriyani.

Belum Ada Kasus Serupa di Kota Malang

Di sisi lain, kabar baik datang dari Dinas Kesehatan Kota Malang.

Meski kasus infeksi cacing ini ramai di beberapa daerah, Dr. H. Husnul Muarif, M.M., Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, memastikan belum ada laporan serupa di wilayahnya.

"Untuk Kota Malang, belum ada laporan kasus kecacingan baik dari puskesmas, klinik, maupun RS," katanya.

Sebagai langkah pencegahan, pemerintah telah menjalankan program POPM (Pemberian Obat Pencegahan Massal) yang rutin diberikan dua kali dalam setahun, khususnya untuk balita dan anak usia sekolah dasar.

Program ini melibatkan Dinas Pendidikan, kader kesehatan, dan puskesmas di berbagai wilayah Kota Malang.

Baca juga: Ini Gejala dan Penyebab Perut Anak Bisa Dipenuhi Cacing Ascariasis yang Perlu Diwaspadai

Tak hanya itu, edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat melalui Posyandu juga terus digalakkan agar orangtua makin sadar akan pentingnya pencegahan sejak dini.

Dokter Sebut Masalah Utamanya Ada di Kebiasaan

Sementara itu, salah satu dokter yang menangani langsung kasus infeksi cacing di Jember, dr. Nyoman, menyampaikan hal yang sama, yaitu kunci utama pencegahan adalah perilaku hidup bersih dan sehat.

"Ini pasti masuknya (cacing) lewat tangan sehingga perilaku hidup sehat masih menjadi masalah," ujar salah satu dokter di RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur.

Dalam kasus ini, anak laki-laki berusia 3 tahun mengalami gejala berat, perut membesar, sulit buang air besar hingga seminggu, muntah, dan sesak napas.

Tim dokter pun harus melakukan tindakan operasi darurat dan menemukan tiga titik sumbatan cacing di usus si anak.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau