LUMAJANG, KOMPAS.com - Temuan ladang ganja di lereng Gunung Semeru, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) kembali ramai diperbincangkan.
Peristiwa yang terjadi pada September 2024 ini kembali viral usai banyak warganet menghubungkan temuan ladang ganja ini dengan berbagai kebijakan BBTNBTS seperti larangan menerbangkan drone hingga wajib pendamping saat mendaki Gunung Semeru.
Perjalanan kasus ini sudah sampai di meja persidangan. 5 dari 6 terdakwa masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang, kecuali Ngatoyo yang meninggal dunia karena penyakit diabetes.
Dalam persidangan, tiga terdakwa kompak menyebut nama Edi sebagai otak di balik penanaman tanaman ganja di hutan TNBTS.
Lalu, seberapa besar peran Edi?
Edi jadi satu-satunya nama yang disebut-sebut bertanggung jawab atas 6.000 meter persegi ladang ganja di lereng Gunung Semeru.
Tiga terdakwa yakni Tomo, Tono, dan Bambang, mengaku awal menanam ganja diajak oleh Edi.
Saat itu, Edi memberikan iming-iming bayaran yang cukup fantastis bagi warga Dusun Pusung Duwur.
Perihal besaran uang yang dijanjikan Edi kepada para terdakwa, jumlahnya bermacam-macam.
Bambang misalnya, ia mengaku awal diajak untuk menanam dengan bayaran Rp 150.000 per hari.
Baca juga: Bukan di Bromo, Ladang Ganja TNBTS Ada di Semeru
Kepada terdakwa Tono, janjinya beda lagi, yakni akan dibayar Rp 4.000.000 per kilogram saat panen.
Namun, ketiga terdakwa tersebut kompak memberikan keterangan bahwa selama ini tak pernah mendapatkan uang dari Edi.
"Belum terima uang sama sekali dari Edi," pengakuan ketiga terdakwa kepada majelis hakim, Selasa (18/3/2025).
Saat merayu itu, Edi juga menjanjikan jaminan keamanan apabila suatu saat aksi mereka menanam ganja ketahuan polisi hutan.
"Kalau ada apa-apa sampai ketangkap polisi saya tanggung jawab," ucap Tomo meniru ucapan Edi kepadanya.