Ia juga tak lupa membawa alat musik mirip biola sebagai penanda kehadiran penjual arbanat.
"Saya yakin arbanat tetap disukai di tengah banjirnya makanan ringan siap saji," tuturnya dengan senyuman.
Arif, salah satu penikmat arbanat Wak Dul, mengungkapkan kecintaannya pada jajanan ini yang mengingatkannya pada masa kecil.
"Saya sering beli, biasanya di alun-alun atau di depan sekolah SD Bangilan. Rasanya masih original, gula asli," ujarnya.
Baca juga: Resep Kue Koci Isi Kacang Hijau, Jajanan Tradisional yang Kenyal
Meski kedua anaknya telah bekerja dan berkeluarga, Wak Dul menegaskan bahwa ia tidak ingin menjadi beban bagi mereka.
Wak Dul menjaga fisiknya agar tetap sehat, dia mengatur waktu agar tidak terlalu lelah.
Sebelum berangkat berjualan, ia selalu menyempatkan diri untuk sarapan dan membawa air mineral sebagai bekal.
"Kalau pulang ya jam 1 siang. Jangan lupa juga sholatnya dijaga," pungkasnya.
Dengan sikap dan pandangan hidup yang positif, Wak Dul tetap melanjutkan tradisi menjajakan arbanat, menjaga keaslian jajanan ini di tengah arus modernisasi.
Dia adalah contoh nyata bahwa pilihan hidup yang sederhana namun penuh makna dapat memberikan kebahagiaan tersendiri.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang