Editor
KOMPAS.com - Maryam (54), warga Dusun Jaddih Laok, Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan selamat dari jerat hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan Arab Saudi.
Kini, Maryam telah kembali ke Tanah Air sejak awal Desember 2024 setelah 30 tahun meninggalkan keluarganya sebagai pekerja migran di Arab Saudi.
Maryam berangkat ke Arab Saudi tahun 1994 saat ia masih berusia 24 tahun. Maryam yang menikah di usia 15 tahun meninggalkan sang suami dan ketujuh anaknya.
Kini anak pertama Maryam, Hartatik sudah berusia 41 tahun. Sementara anak bungsunya atau yang ketujuh, Turmudzi berusia 35 tahun.
Baca juga: Kisah Maryam Selamat dari Hukuman mati, Dipulangkan Usai 30 Tahun Jadi TKI di Arab Saudi
Selama bekerja di Arab Saudi, Maryam menggunakan nama Hanan Muhammad Mahmud. Selama 15 tahun, ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga majikannya, Yahya Muhammad Jabar.
Di tahun 2009, Maryam dijatuhi hukuman mati. Perkara itu berawal saat majikannya muncul dalam kondisi marah-marah dan melakukan kekerasan pada dirinnya.
Maryam yang membela diri kemudian menyiram majikannya dengan air panas.
"Karena saya dihina, dicaci maki, dan rambut saya dijambak. Saya siram majikan saya dengan air panas mengenai bahu kanan dan sebagian wajahnya," kata dia, Rabu (4/12/2024).
Tindakan tersebut dilaporkan oleh adik Yahya, Husen Mohammad Jabar, yang kemudian mengakibatkan Maryam ditangkap dan diadili di Pengadilan Jeddah.
"Saya tidak salah. Saya tidak membunuh majikan saya. Tapi saya divonis hukuman mati. Pengadilan Arab Saudi tidak adil kepada saya," tegas dia.
Baca juga: Maryam, TKI Asal Bangkalan yang Selamat dari Hukuman Mati Tak Kenal Anak-anaknya
Selama menjalani proses hukum, Maryam mengaku merasa terisolasi dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa.
Satu-satunya orang yang bisa diajak berkomunikasi adalah penerjemah yang ditunjuk oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
"Penerjemah dari KJRI itu orang Sumenep. Hanya dia yang bisa komunikasi dengan saya selama saya disidang di pengadilan," tutur Maryam.
Selama di penjara, ia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk makanan yang tidak layak konsumsi.
"Saya hanya makan roti dan bubur selama di penjara. Kalau ada daging, suruh makan kepada penjaganya karena dagingnya mentah, masih ada darahnya sepertinya tidak dicuci bersih," kenang dia.