BANGKALAN, KOMPAS.com – Gurat kebahagiaan masih terlihat membekas di wajah perempuan 54 tahun berkerudung hitam yang duduk bersandar di teras rumahnya di Bangkalan, Jawa Timur, siang itu.
Tentu. Siapa pun tak dapat menyangkal. Kembali memiliki harapan hidup, yang sempat sirna selama 15 tahun adalah alasan besar bagi Maryam Ahmad untuk tak henti-henti mengucap syukur.
Maryam adalah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Dusun Jaddih Laok, Desa Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan yang selamat dari jerat hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan Arab Saudi.
Siang ini, Rabu (4/12/2024), Maryam membuka pintu rumahnya untuk menerima kunjungan Kompas.com.
Ya, Maryam, yang selama di Arab Saudi dikenal dengan nama Hanan Muhammad Mahmud, sejak awal Desember telah kembali ke kampung halamannya. Dia berkumpul dengan keluarga yang terpisah selama lebih dari 30 tahun.
Baca juga: WNI di Saudi Dibebaskan dari Hukuman Mati, Kini Kembali ke Indonesia
Tanpa menunggu lama, Maryam pun langsung bercerita mengenai kebebasannya. Dia merasa apa yang baru dialaminya adalah sebuah keajaiban.
"Saya merasakan hidup ini seperti bukan nyata, seperti mimpi. Alam semesta ini seperti mimpi. Saya banyak merasakan keajaiban. Alhamdulillah," ungkap Maryam saat ditemui di kediamannya.
Selama 15 tahun, Maryam bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk majikannya, Yahya Muhammad Jabar.
Konflik yang diwarnai aksi kekerasan dengan majikannya pada tahun 2009 berujung pada kenyataan, Maryam dijatuhi vonis hukuman mati.
Maryam menjelaskan, perkara ini bermula saat sang majikan muncul dalam kondisi marah, dan lalu melakukan tindak kekerasan terhadapnya.
"Karena saya dihina, dicaci maki, dan rambut saya dijambak. Saya siram majikan saya dengan air panas mengenai bahu kanan dan sebagian wajahnya," kata dia.
Tindakan tersebut dilaporkan oleh adik Yahya, Husen Mohammad Jabar, yang kemudian mengakibatkan Maryam ditangkap dan diadili di Pengadilan Jeddah.
"Saya tidak salah. Saya tidak membunuh majikan saya. Tapi saya divonis hukuman mati. Pengadilan Arab Saudi tidak adil kepada saya," tegas dia kemudian.
Selama menjalani proses hukum, Maryam mengaku merasa terisolasi dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa.
Satu-satunya orang yang bisa diajak berkomunikasi adalah penerjemah yang ditunjuk oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
"Penerjemah dari KJRI itu orang Sumenep. Hanya dia yang bisa komunikasi dengan saya selama saya disidang di pengadilan," tutur Maryam.