MALANG, KOMPAS.com - Di bawah rintik hujan, sore itu, Senin (3/12/2024), Sulianto tampak lincah membolak-balikkan puluhan tusuk sempol di dalam penggorengan.
Ia harus segera menyelesaikan setiap pesanan sempol itu untuk disajikan kepada tiga pelanggannya yang udah mengantri di depan lapaknya, di Jalan Kawi, Kelurahan Cempokomulyo, Kecamatan Kepanjen.
Satu per satu pesanan diselesaikan. Satu pelanggan pergi, muncul yang baru.
Baca juga: Mengenal Kuliner Gerobak Gilo-Gilo Khas Semarang, Jajanan Murah Meriah dan Lengkap
Maklum, cuaca memang sedang hujan, suasana yang cocok untuk menyantap sajian jajanan hangat, termasuk sempol.
"Kalau cuaca sedang hujan seperti ini, penjualan kami meningkat. Orang-orang banyak yang beli," ungkap Sulianto.
Sempol adalah jajanan kaki lima khas Malang. Sejenis gorengan yang terbuat dari adonan tepung tapioka yang telah dibumbui dengan rempah-rempah.
Biasanya, adonan tepung itu juga dicampur dengan telur atau daging ayam dan sapi yang sudah dihaluskan, tergantung kekhasan masing-masing pedagangnya.
Beberapa pedagang sempol mencampur adonan tepung tapioka dengan daging sapi yang sudah dihaluskan. Namun, ada juga yang mencampur dengan daging ayam. Selain itu, ada yang mencampurnya dengan telur.
Adonan yang sudah jadi dikepal seukuran jempol. Lalu ditusuk pada batang bambu sepanjang sekitar 20 sentimeter, kemudian digoreng hingga renyah.
Sempol yang sudah matang biasanya cocok dimakan dengan saus tomat, sambal tomat, maupun sambal kacang, sesuai selera penikmatnya serta kekhasan penjual.
Dari informasi yang dihimpun, nama sempol diambil dari salah satu desa di Kabupaten Malang, yakni Desa Sempol, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.
Desa ini terletak di sisi selatan Malang, berjarak sekitar 42 kilometer dari pusat Kota Malang.
Penamaan sempol itu tentu tidak lepas dari latar belakang orang yang mempopulerkan jajanan itu, Pak Man.
Ia merupakan seorang pedagang kaki lima yang menjajakan jajanan sempol di Kota Malang pada tahun 2014.
Baca juga: Sego Gegok, Nasi Bekal Pencari Kayu yang Jadi Kuliner Khas Ponorogo
Jajanan itu pun digandrungi masyarakat Kota Malang hingga menjamur ke berbagai daerah.
Sulianto membenarkan bahwa sempol berasal dari Desa Sempol, Kecamatan Pagak. Ia pun berasal dari Desa Pagak, Kecamatan Pagak, yang bersebelahan dengan Desa Sempol.
“Saya sudah berjualan sempol ini sejak tahun 2015 lalu,” jelasnya.
Sulianto mengaku mempunyai resep khusus pada olahan sempol yang dijualnya. Selain adonan tepung tapioka yang telah dibumbui serta dicampur dengan daging sapi yang sudah dihaluskan, dia membalurnya dengan tepung terigu.
“Sebelum digoreng, adonan sempol yang sudah ditusuk ini kami masukkan ke dalam tepung terigu yang juga sudah dicampur bumbu rempah,” katanya.
Sedangkan pada penyajiannya, Sulianto memberikan sambal kacang untuk mengiringi pelanggannya ketika menyantap sempolnya.
Merek dagang sempol milik Sulianto adalah ‘Sempol Favorit’.
Baca juga: Kisah Sukses Bumdes Mekar Jaya di Kuningan, Ubah Limbah Tutut menjadi Kuliner Khas
Ia mengaku sejak awal berdagang sempol di Jalan Kawi, Kelurahan Cempokomulyo, Kecamatan Kepanjen, tepatnya di trotoar jalan yang berada di depan Kantor Pos Kecamatan Kepanjen.
“Kami buka sejak 08.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB,” ujarnya.
Setiap hari, Sulianto bisa menjual rata-rata sekitar 2.000 tusuk sempol. Pada hari Jumat-Minggu, rata-rata bisa terjual 2.500 tusuk.
“Per tusuk harganya Rp 1.000,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang