Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Shin Hua Barbershop, Tempat Cukur Rambut Berusia 113 Tahun di Pecinan Surabaya

Kompas.com, 4 Desember 2024, 08:04 WIB
Izzatun Najibah,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

Dengan senang hati dan sekuat tenaga, dia sempat mendatangi rumah pelanggan yang memintanya mencukur rambut.

“Tahun 2000 an masih ada 125 orang. Setiap pelanggan yang datang itu pasti saya catat, nama dan alamatnya. Jadi sering diminta datang,” ucap ayah dua anak tersebut.

Akhir sebuah era

Seiring berjalannya waktu bisnis barbershop di Surabaya semakin menjamur. Eddy mulai kehilangan banyak pelanggan.

Kursi cukurnya yang berjumlah tujuh pun menjadi sangat jarang dijamah. Anehnya, kursi yang diimpor oleh ayahnya langsung dari China itu masih awet, tak berkarat dan tetap berfungsi sampai detik ini.

Sembari menunggu pelanggan yang datang, Eddy rajin membersihkan kursi, kaca, meja, alat-alat cukur, westafel dan tempat cuci rambut setiap saat. Ubin teraso yang terbuat dari campuran marmer dan pecahan granit itu dipel setiap pagi dan sore.

“Kalau atap ini dikapur. Terus kursi besi ini dikasih pemulas supaya nggak mudah berkarat. Kayu-kayu semua ini dilap kain basah kemudian kain kering,” jelas Eddy sambil menunjukkan kursi besi yang masih bisa diotak-otik itu.

Secara keseluruhan perabot-perabot yang ada di Shin Hua Barbershop asli sejak tahun 1911. Hanya sebagian kecil saja yang diperbarui untuk mempercantik tampilan.

Maklum saja, Shin Hua Barbershop saat ini bukan hanya sebatas tempat cukur rambut tapi kadang dikunjungi wisatawan yang ingin melihat keontetikannya.

Sayangnya, usahanya yang semakin sepi dan dihantam pandemi Covid-19 membuat Eddy babak belur. Akhirnya dia memutuskan untuk menyewakan tempat ini dengan nama yang sama, Shin Hua Barbershop kepada orang lain.

“Sekarang yang mengelola bukan saya, tapi orang Batam. Tahu tempat ini dari youtube dan mau nyewa. Setahun 30 juta tapi untuk pajak dan listrik kami bagi dua. Karena saya tinggal di lantai atas,” tutur pria berambut putih itu.

Berhenti di generasi dua

Selain faktor ekonomi dan usianya yang menginjak 74 tahun, ada hal lain yang membuat Shin Hua Barbershop hanya berhenti di generasi kedua. Menurut cerita Eddy, untuk menghindari balak, orang Tiongkok membangun bisnis hanya cukup di generasi kedua, yakni Tan Shin Tjo dan Eddy Koestanto.

“Itu cerita dari Tiongkok sana. Terbukti kan, ada pandemi Covid-19. Jadi saya nggak memaksakan anak saya untuk meneruskan ini, terserah mereka mau usaha apa. Karena prinisp saya dalam berbisnis itu hanya untuk membesarkan uang,” paparnya.

Saat lahir, Eddy berstatus sebagai warga negara China. Kemudian, selepas ayahnya meninggal pada tahun 1975, usianya yang beranjak dewasa mulai bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Dia akhirnya memutuskan untuk mengubah status menjadi WNI. 

Baca juga: Stasiun Klaten, Stasiun Kereta Bersejarah di Jalur Semarang-Vorstenlanden

Hobinya berenang dan bermain basket membuat Eddy masih kuat untuk berjalan di usianya yang sudah senja ini. Ingatan dan pendengarannya masih jelas meski giginya sudah ompong karena faktor usia.

Tapi, sepanjang hidupnya dia hanya pernah dirawat di rumah sakit selama dua kali saat terkena liver dan diabetes.

“Selama hidup saya banyak merasakan bahagia,” kata Eddy menutup perbincangan dengan Kompas.com.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau