Seperti pemandangan pada Minggu (24/11/2024), warung tersebut banyak dijejali para pelanggannya.
Selain tumpang, warung yang berciri citarasa masakan pedas ini juga menyediakan menu sambel pecel dan rawon.
Awal (50), pemilik Warung Garuda, mengatakan, setiap hari dia mampu menghabiskan hingga sekitar 20 kilogram beras. Pecel dan tumpang tetap menjadi menu yang paling digemari pelanggannya.
“Nasi tumpang juga pecel campur tumpang yang dominan,” ujar Awal kepada Kompas.com, Minggu (24/11/2024).
Baca juga: Nasi Pecel Madiun, Sajian Makanan Penuh Gizi Favorit Presiden SBY
Selain menu utama tersebut, dia juga menjajakan aneka lauk tambahan mulai dari perkedel asli kentang, tahu dan tempe goreng, hingga aneka sate mulai kerang dan jeroan ayam.
Sebagai penghilang dahaga, selain es teh hingga es jeruk, dia juga menyediakan minuman tradisional, yaitu es sari kedelai.
Soal harga, dia mematok harga serba Rp 9.000 untuk nasi tumpang maupun nasi pecelnya. Lauk perkedel Rp 3.000 dan sate bekicot Rp 2.000.
Dengan citarasa unggulannya itu, banyak pembeli yang akhirnya menjadi pelanggan tetap.
Salah satunya adalah Desta, yang termasuk pelanggan tetap dan bahkan kerap mengundang kuliner tumpang Garuda untuk hajatan yang digelarnya.
“Sebab di sini citarasanya khas. Kelezatannya berpadu dengan rasa pedas. Menunya juga komplet. Kalau dinilai skala 1-10, saya kasih nilai 9. Nyaris sempurna,” ujar pria yang juga seorang dosen ini.
Awal mengatakan, cara pembuatan sambel tumpang relatif mudah. Bahan tempe busuk tersebut tinggal direbus dengan aneka rempah seperti bawang merah dan bawang putih, garam, hingga santan.
Karena citarasa pedas, dia menambahkan hingga 3 kilogram cabai. Itu untuk kebutuhan jualan hariannya.
“Bikinnya mudah kok. Semua orang bisa. Semua bahan itu direbus hingga mengental,” ungkapnya.
Dalam fase merebus itu, menurutnya tidak boleh berlama-lama. Sebab bisa menyebabkan masakan menjadi hitam dan cenderung pahit.
Soal citarasa dan kelezatan, menurut pedagang yang sudah menjalankan usahanya dari generasi ke generasi ini salah satunya terletak pada kualitas tempenya.
Tempe itu ada yang memang busuk karena sortiran pasar tetapi juga ada tempe yang sengaja dibusukkan untuk pembuatan tumpang.
“Dan tentu juga dipengaruhi oleh tangan pemasaknya,” pungkas Awal yang pernah merantau di Bali itu.