SIDOARJO, KOMPAS.com - Dua desa di Kabupaten Sidoarjo kerap menjadi langganan banjir saat memasuki musim hujan. Dua desa itu adalah Desa Banjarpanji dan Banjarasri yang terletak di Kecamatan Tanggulangin.
Setiap tahun, warga merasa waswas karena banjir akan menerjang rumah mereka. Salah satunya dialami oleh Nanik Nurhayati (39) warga Desa Banjarpanji, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo.
“Sejak anak saya yang pertama lahir, tahun 2006 itu di sini selalu banjir kalau musim hujan. Tahun lalu juga masih banjir,” katanya pada Minggu (10/11/2024).
Baca juga: Banjir dan Longsor Terjang Trenggalek, Jalur ke Ponorogo Sempat Tertutup
Nanik merasa, tahun 2022 menjadi banjir terparah bagi warga Banjarpanji. Ratusan rumah terendam banjir hingga berminggu-minggu lamanya.
“Tahun 2022 itu mungkin yang parah, tingginya sekitar 30 sentimeter. Semua rumah di sini ada delapan RT (Rukun Tetangga) terendam,” ucap ibu anak dua tersebut.
Saat itu, kata dia, banyak warga yang memilih bertahan di rumah sambil menunggu banjir surut.
“Kami banyak yang nggak ngungsi. Nunggu surut sampai dua mingguan. Tapi ya gitu, badan-badan gatal kena kutu air terus mencret,” terangnya.
Saluran air yang berada di depan rumah Nanik menjadi solusi mengatasi banjir di Desa Banjarpanji, Tanggulangin.Namun, pada tahun 2023 Pemkab Sidoarjo mulai mencanangkan pembangunan saluran air di setiap desa terutama daerah yang rawan banjir seperti Banjarpanji. Warga menilai langkah Pemkab ini cukup solutif.
“Dulu jalanan rumah ini ya masih pasir tapi satu tahun mulai dicor dan ada saluran airnya. Semoga ndak banjir lagi tahun ini,” tutur perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta itu.
Meski begitu, beberapa rumah warga yang memiki muka tanah rendah masih tergenang. Pemerintah pun berencana memperlebar sungai agar mampu menampung air lebih banyak.
Baca juga: Banjir di Pendrikan Semarang, Warga Naik Kursi Hingga Terpaksa Menutup Dagangannya
Sayangnya, rencana itu malah membuat Nanik merasa khawatir. Sebab, rumahnya yang berdempetan langsung dengan sungai terancam tergusur.
“Katanya, sungai belakang rumah ini mau dilebarin tiga meter. Kalau dilebarin, otomatis rumah saya ya keambil. Makanya banyak warga yang menolak,” tegasnya.
Tidak hanya Nanik, warga lain yang memiliki kondisi sama dengan dirinya takut dipindahkan. Mereka akan mengancam keras karena rumah yang ditinggali selama bertahun-tahun telah bersertifikat hak milik pribadi.
“Tapi orang sini nggak setuju karena kasian orang-orang yang rumahnya mepet sungai itu punya sertifikat,” pungkasnya.