Editor
Tradisi gulat okol Di Madura lahir dari perkelahian antara warga karena rebutan air pada musim kemarau, beberapa hari kemudian hujan turun.
Sejalan dengan perkembangan waktu, perkumpulan okol dibuat di desa dan kecamatan.
Setiap tahun kegiatan okol berpindah-pinah dari desa dan kecamatan sesuai permintaan masing-masing tokoh.
Dalam permainan ini, masing-masing pegulat dibedakan dengan ikat kepala serta sabuk warna merah dan hitam.
Dalam setiap babak biasanya dilaksanakan dua ronde. Petarung yang menang dalam dua ronde berturut-turut akan kembali diadu dengan pemenang lain sehingga diperoleh juara.
Dalam permainan gulat okol melibatkan sepasang petarung secara bergantian, yang masing-masing didampingi oleh pelandang (wasit).
Pertandingan gulat okol menerapkan sejumlah aturan untuk mengindari efek negatif permainan.
Sejumlah aturan yang tidak diperbolehkan dalam permainan gulat okol, antara lain dilarang meninju lawan sampai mencederai lawan dengan membelitkan kaki.
Peraturan lainnya dilarang mencengkeram lawan menggunakan kuku yang dapat menyebabkan terluka.
Baca juga: Mengenal Tradisi Gulat Okol dari Gresik yang Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional
Untuk itu sebelum bertanding, para pemain akan diperiksa kesiapan dan kondisinya.
Gelanggang pertandingan dibuat sedemikian rupa sehingga penonton mudah melihat pertunjukan gulat okol.
Sebagai pengamanan, panggung berupa jerami yang dilapisi dengan karung goni dan pada sekeliling panggung menggunakan tali sebagai pembatas supaya aman.
Musik pengiring pertandingan gulat okol menggunakan gamelan dari pemain gamelan yang rata-rata usianya sudah lanjut.
Usai pertandingan, para peserta tidak menaruh dendam satu sama lain, pertandingan hanya terjadi di atas ring.
Tujuan gulat okol awalnya sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi yang diperoleh oleh petani.