Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diserang Hama Tikus, Petani Jagung di Lumajang Beralih Tanam Tembakau

Kompas.com, 2 Agustus 2024, 16:45 WIB
Miftahul Huda,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Para petani jagung di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mulai beralih menanam tembakau akibat serangan hama tikus yang semakin menyebar.

Ketua Kelompok Tani Gonojoyo Khozin mengatakan, para anggotanya terpaksa berpindah ke tanaman tembakau, lantaran sudah putus asa untuk menanam jagung yang selalu rusak dimakan tikus.

Sedangkan, untuk menanam tanaman lain seperti palawija dan sayuran, para petani mengaku, di desa lain sudah banyak yang menerapkan hal serupa, tapi tetap habis diserang tikus.

Baca juga: Serangan Hama Tikus Bikin Petani di Lumajang Hanya Bisa Jual Daun Jagung

"Ini coba-coba tanam tembakau, kalau palawija banyak yang nyoba tapi tetap habis, makanya kita pindah ke tembakau nyoba, semoga aman (dari serangan tikus)," kata Khozin melalui sambungan telepon, Jumat (2/8/2024).

Perihal hasil panennya nanti, kata Khozin, para petani sejatinya belum mengetahui pasti akan mendapat hasil seberapa besar jika panen nanti.

Namun, petani berharap, tanaman tembakaunya tidak diserang tikus dan bisa bertahan sampai panen.

"Sebenarnya kita juga belum tahu tanam tembakau ini hasilnya gimana, karena ini pertama, harapannya semoga bisa sampai panen," tambah dia.

Sementara, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Lumajang Dwi Wahyono mengatakan, saat ini sudah ada sekitar 20 persen lahan pertanian jagung yang sudah berubah menjadi tanaman tembakau.

Artinya, setidaknya ada 10 hektar dari total 50 hektar lahan pertanian jagung yang rusak akibat serangan hama tikus sudah berubah menjadi tanaman tembakau.

Baca juga: 300 Hektare Lahan Pertanian di Lumajang Diserang Hama Tikus

"Ini karena serangan tikus merajalela, sekitar 20 persen peralihan dari petani jagung ke tembakau," kata Dwi di Lumajang, Rabu (31/7/2024).

Dwi menambahkan, perubahan yang mendadak ini sebenarnya juga membuat para petani bertaruh.

Sebab, kebanyakan petani tembakau merupakan mitra perusahaan. Sedangkan, petani tembakau dadakan ini belum menjadi mitra.

Sehingga, hasil panennya pun tidak bisa serta merta dijual seperti petani yang sudah bermitra dengan perusahaan.

Kondisi petani tembakau dadakan ini semakin sulit, lantaran mereka tidak punya infrastruktur yang memadai untuk mengolah tembakau sebelum dijual.

Baca juga: Mitos Hama Tikus Rugikan Petani Lebong Bengkulu Bertahun-tahun

Infrastruktur yang dimaksud berupa gudang dan alat untuk mengeringkan tembakau. Alhasil, mereka terpaksa harus menjual tembakau dalam kondisi basah.

"Mereka (petani tembakau dadakan) harus dibantu pemasaran karena petani peralihan ini tak punya infrastruktur yang memadai jadi harus dijual basah," sebut dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau