MALANG, KOMPAS.com - Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jatimulyo 4 Kota Malang, Jawa Timur, kekurangan calon siswa dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024.
Sejauh ini, hanya ada satu pendaftar online calon murid di sekolah tersebut melalui jalur zonasi.
Plt Kepala SDN Jatimulyo 4, Nur Faidah mengatakan, satu calon siswa yang telah mendaftar mengajukan pindah ke sekolah lainnya. Alasannya, karena tidak memiliki teman jika di SDN Jatimulyo 4 hanya ada satu siswa baru.
Baca juga: PPDB SDN di Kota Malang Kekurangan Siswa, Disdik: Program KB Berhasil
Dikatakannya, untuk pagu siswa baru di sekolah tersebut berjumlah satu rombongan belajar (rombel) atau 28 siswa.
"Yang daftar baru satu, tahun sebelumnya maksimal itu siswanya hanya 13," kata Ida, sapaan akrabnya, Jumat (12/7/2024).
Baca juga: Wahyu Hidayat: Saya Masih Pj Wali Kota Malang
Kondisi jumlah murid di SDN Jatimulyo 4 memang hanya sedikit. Ida merinci, pada tahun ini, untuk murid Kelas V SD hanya berjumlah 5 siswa, Kelas IV berjumlah 9 siswa, Kelas III berjumlah 5 siswa, Kelas II berjumlah 8 siswa. Total, jumlah murid yang ada saat ini hanya berjumlah sekitar 40 siswa.
Lebih lanjut, saat ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang memberi kebijakan bagi SDN yang masih kekurangan murid baru dengan membuka pendaftaran offline.
Ida juga sudah berkoordinasi dengan Disdikbud Kota Malang terkait persoalan tersebut. Hasilnya, sementara ini masih menunggu kebijakan apa yang akan diberikan Disdikbud terkait permasalahan itu.
Pihaknya juga tidak bisa memaksakan pilihan masyarakat. Dia juga telah berupaya untuk menarik minat masyarakat agar anaknya sekolah di tempatnya.
"Saya sudah berupaya menarik minat masyarakat, sosialisasi, kapan itu drum band kita pentaskan, diminta untuk kegiatan mushala dekat sekolah, kegiatan pramuka kita juga didatangi Pak Lurah, Pak Babinsa," katanya.
Dia menduga, kekurangan siswa yang mendaftar PPDB karena tingkat kelahiran yang menurun atau berhasilnya program KB. Selain itu, di sekitar SDN Jatimulyo 4 merupakan daerah kampus sehingga banyak masyarakat yang tinggal merupakan mahasiswa kos.
"Mungkin keberhasilan KB atau apa, gitu, sekarang seperti apa, terus juga sekolahnya di sekitar daerah kampus dibuat kos-kosan. Saya juga tidak bisa memaksa masyarakat, karena mereka punya pilihan," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang