Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Kearifan Lokal di Jawa Timur, Ada Upacara Kasada dan Toron

Kompas.com, 23 April 2024, 22:55 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Beberapa daerah di Jawa Timur dikenal dengan kearifan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakat.

Seperti berbagai daerah di Indonesia lainnya, masyarakat Jawa Timur juga memiliki keunikan adat istiadat, tradisi, dan kearifan lokal yang telah dilakukan turun-temurun sejak zaman nenek moyang.

Baca juga: 5 Kearifan Lokal di Sumatera, dari Smong hingga Kelekak

Dikutip dari laman Gramedia, kearifan lokal adalah sebuah pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai lingkungan alam tempat mereka tinggal.

Pandangan hidup ini biasanya telah sudah berurat akar menjadi kepercayaan orang-orang di wilayah tersebut selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Baca juga: 5 Kearifan Lokal di Sumatera, dari Smong hingga Kelekak

Adanya kearifan lokal juga membuat tatanan sosial dan alam sekitar agar tetap lestari dan terjaga di tengah perubahan zaman dan pengaruh budaya luar.

Bahkan di beberapa daerah terdapat beberapa kearifan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat yang telah menjadi daya tarik tersendiri.

Baca juga: Mengenal Manugal, Kearifan Lokal Bercocok Tanam dari Kalimantan Tengah

Berikut adalah contoh kearifan lokal di wilayah Jawa Timur, yang Kompas.com rangkum dari berbagai sumber.

1. Tradisi Mepe Kasur

Mepe Kasur adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat suku Osing di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi yang dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, mepe kasur menjadi salah satu dari rangkaian kegiatan rutin tahunan bersih desa.

Sebagai bagian dari tradisi, warga akan beramai-ramai mepe kasur atau menjemur kasur di depan rumah masing-masing sejak pagi hingga siang hari.

Proses mengeluarkan dan menjemur kasur dilakukan sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman dengan tujuan agar dijauhkan dari bencana dan penyakit

Sesekali terlihat warga membersihkan debu di kasur dengan cara memukul-mukul kasur tersebut dengan penebah dari rotan.

Uniknya, kasur yang mereka jemur memiliki warna yang seragam, yaitu merah dan hitam. Hal ini karena setiap keluarga yang menikah pasti akan dibuatkan kasur yang sama oleh orangtuanya.

Warna merah memiliki yang arti berani dan hitam memiliki arti langgeng memiliki pesan bahwa dalam berumah tangga maka setiap pasangan harus berani dan langgeng dalam menjalaninya.

Sementara kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat dengan manusia, sehingga wajib dibersihkan agar kotoran yang menempel akan hilang.

Setelah tradisi Mepe Kasur dilakukan, setelahnya akan dilanjutkan dengan arak-arakan barong, ziarah ke makam penjaga desa, dan puncaknya adalah acara selamatan tumpeng sewu.

2. Upacara Kasada

Upacara Kasada adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat suku Tengger di Pura Luhur Poten, lereng Gunung Bromo.

Dilansir dari laman indonesia.travel, upacara ini menjadi ritual rutin masyarakat suku Tengger pada tanggal 15 bulan Kasada setiap tahunnya.

Tujuan dari upacara Kasada awalnya adalah untuk menghormati sosok Kusuma, anak Roro Anteng dan Jaka Seger yang mengorbankan dirinya di kawah Gunung Bromo agar mereka yang ditinggalkan dapat hidup dengan damai.

Konon Kusuma berpesan kepada keluarga dan warga suku Tengger saat itu untuk memberi persembahan untuk Kawah Gunung Bromo.

Seiring berjalannya waktu, warga Tengger yang menjadikan Gunung Bromo sebagai bagian alam yang suci dan pusat dalam kehidupan.

Sehingga upacara Kasada dilakukan sebagai penghormatan dan penyucian melalui ritual pelabuhan dengan melempar sesaji ke dalam kawah.

Makna dari upacara ini tidak berubah hingga saat ini, meskipun bentuk sesajinya mengalami perkembangan, serta ritualnya yang semakin kompleks dengan musik dan tarian adat.

3. Tradisi Petik Laut

Petik laut adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pesisir di beberapa wilayah, seperti di Jember, Pasuruan, Blitar, dan Banyuwangi.

Dilansir dari laman Kemendikbud, petik laut merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pesisir pada bulan Suro.

Tujuan dilaksanakannya petik laut salah satunya karena tradisi ini dianggap dapat memberikan keselamatan kepada masyarakat nelayan pada waktu mencari ikan.

Selain itu, persembahan atau sesaji yang dilarung ke laut menjadi bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas tangkapan ikan yang didapat oleh nelayan.

Setelah acara doa bersama sesaji dibawa beramai-ramai ke pantai dan dilarung di tengah laut.

Kemeriahan acara ini menjadi daya tarik bagi wisatawan dan kerap dikemas sebagai agenda wisata tahunan.

4. Tradisi Toron

Toron adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat suku Madura jelang Hari Raya Idul Adha.

Dilansir dari Kompas.com, istilah “toron” memiliki makna khusus yang dapat diartikan sebagai toronan atau turunan, sehingga tradisi ini bermakna sebagai upaya untuk merawat keturunan atau keluarga.

Toron biasanya dilakukan oleh masyarakat suku Madura yang ada di perantauan apabila telah cukup memiliki bekal dan dalam kondisi sehat.

Tujuan mereka kembali ke kampung halaman selain untuk merayakan Hari Raya Idul Adha adalah untuk berziarah dan menyambung tali silaturahmi.

Selain itu, orang Madura juga memaknai Hari Raya Idul Adha sebagai waktu untuk bersedekah sehingga merasa harus pulang ke kampung halaman.

5. Tradisi Keduk Beji

Tradisi Keduk Beji adalah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi.

Keduk Beji dilakukan warga Tawun untuk menjaga sumber mata air Sendang Tawun.

Dilansir dari laman disparpora.ngawikab.go.id, Sendang Tawun memang dipercaya sebagai tempat sakral dan digunakan untuk mengairi lahan pertanian penduduk serta menyuplai air kolam renang di tempat wisata Tawun.

Masyarakat percaya bahwa di Sendang Tawun terdapat satu kekuatan mistis yang yang cukup kuat sehingga tempat tersebut dikeramatkan.

Hal ini terkait cerita rakyat yang dipercaya masyarakat setempat tentang hilangnya Raden Ludrojoyo yang merupakan anak Ki Ageng Metawun ketika topo kungkum di sendang tersebut.

Raden Ludrojoyo dipercaya telah mengorbankan diri dengan bertapa memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk menghidupkan mata air untuk mengairi desa ini.

Secara garis besar, tradisi Keduk Beji dilakukan dengan melakukan pengedukan atau pembersihan dasar sendang.

Rangkaian tradisi Keduk Beji dilakukan dalam serangkaian prosesi adat yang dilakukan sesepuh atau juru kunci setempat.

Sang juru kunci akan “nyilem” atau menyelam kedalam mata air dengan membawa sesaji berupa kendi di dasar sendang dan mengambil kendi yang pernah ditaruhnya setahun lalu.

Tradisi ini akan diakhiri dengan pertunjukan tari tradisional dan kenduri atau selamatan.

Sumber:
gramedia.com  
warisanbudaya.kemdikbud.go.id  
surabaya.kompas.com . 
banyuwangitourism.com   
indonesia.travel  
disparpora.ngawikab.go.id  
surabaya.kompas.com 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau