BLITAR, KOMPAS.com – Pengeroyokan yang dilakukan terhadap M Ali Rofi (13), santri Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq di Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, pada awal Januari 2024 terjadi di lantai atas mushala pesantren.
Hal itu terungkap dari pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang perdana kasus pengeroyokan yang mengakibatkan korban santri Ali meninggal dunia di Pengadilan Negeri Blitar, Kamis (18/4/2024).
Baca juga: Duduk Perkara Pengeroyokan Santri di Blitar hingga Korban Tewas, Pelaku 17 Santri di Bawah Umur
Anggota JPU, Martin Eko Priyanto mengatakan bahwa penganiayaan yang dilakukan oleh 17 santri itu berlangsung di lantai dua mushala Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq.
“Sesuai keterangan dalam berkas perkara, (pengeroyokan) di dalam pondok, di atas mushala pondok,” ujar Martin, Kamis (18/4/2024).
Menurut Martin, penganiayaan yang dilakukan oleh belasan santri itu berlangsung sekitar satu jam pada malam hari yakni pukul 22.30 WIB sampai 23.30 WIB.
Lalu sekitar pukul 24.00 WIB, lanjutnya, korban Ali Rofi yang tidak sadarkan diri dilarikan ke rumah sakit terdekat di wilayah Sutojayan.
“Sekitar pukul 24.00 WIB, korban dilarikan ke rumah sakit. Oleh pihak Pondok,” tuturnya.
Baca juga: 3 Pelaku Pengeroyokan Ustadz Ditangkap, Polisi Minta 5 Lainnya Menyerahkan Diri
Martin membenarkan bahwa pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Ali tidak diketahui oleh pihak pengelola Pondok Pesantren karena berlangsung setelah jam belajar.
Dia menambahkan bahwa pada sidang perdana itu pihak JPU membacakan dakwaan dengan substansi pada bagaimana para terdakwa melakukan kekerasan terhadap korban hingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
“Substansi dakwaan tadi adalah bagaimana peran dari masing-masing terdakwa pelaku, nama masing-masing dan urutan kejadian,” terangnya.
Martin menggarisbawahi bahwa dakwaan yang dibacakan oleh pihak JPU sama sekali tidak mendapatkan sanggahan dari para terdakwa yang berjumlah 17 santri itu.
“Tidak ada keberatan dari pihak terdakwa. Penasihat hukum para terdakwa juga bisa menerima dakwaan yang kami sampaikan tadi,” jelasnya.
Baca juga: Kisah Santri di Blitar Dikeroyok 17 Teman hingga Koma lalu Meninggal
Menurutnya, persidangan perdana telah dihadiri seluruh unsur yang diharuskan ada pada persidangan kasus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Peradilan Anak.
Antara lain, kehadiran orangtua terdakwa, serta pendampingan dari penasihat hukum dan Bapas (Balai Pemasyarakatan).
Sementara itu, penasihat hukum keluarga korban, Mashudi, menyambut baik telah dimulainya persidangan kasus yang menimpa Ali Rofi, meskipun pada tahap penyidikan dinilai berlangsung terlalu lama.
Mashudi berharap persidangan dapat berproses dan membuahkan vonis yang memberikan rasa keadilan terutama bagi keluarga korban yang telah kehilangan anak tercinta mereka.
Selain itu, lanjut Mashudi, pihak keluarga korban hingga saat ini masih menuntut agar para terdakwa yang berjumlah 17 anak itu ditahan.
“Kami masih menuntut agar para terdakwa pelaku tidak dibiarkan bebas berkeliaran. Ini telah mengganggu rasa keadilan bagi klien kami,” tuturnya.
Baca juga: Santri di Blitar Pingsan Dikeroyok Rekan Pondok, Keluarga Lapor Polisi
Ali Rofi dianiaya oleh belasan rekan santri berusia antara 13-15 tahun di area Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak pada Selasa malam (2/1/2024) sampai tidak sadarkan diri.
Setelah mengalami koma selama lebih dari lebih dari empat hari, Ali meninggal dunia di ruang ICU RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar pada Minggu (7/1/2024) pagi.
Keesokan harinya, polisi menetapkan 17 santri sebagai tersangka kasus penganiayaan tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, penganiayaan itu dilatarbelakangi oleh sejumlah kasus pencurian uang saku santri yang diduga dilakukan oleh korban.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.