MAGETAN, KOMPAS.com - Suyanto, Kepala Desa (Kades) Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Jatim), mengaku heran warganya yang miskin bertambah hampir tiga kali lipat selama dirinya menjabat.
Sejak dilantik menjadi Kades Gebyog pada Bulan Desember 2019, dia mengatakan jumlah warga miskin sekitar 80 kepala keluarga (KK). Namun pada Januari 2024, ada 200 KK miskin di desanya yang menerima bantuan pemerintah.
Baca juga: Sering Bantu Siswa Miskin, Guru Honorer Ini Diangkat Jadi Tenaga Ahli Bupati Kediri
“Tahun 2019 ada 80 warga saya menerima bantuan karena perekonomian terdampak Covid-19. Saya masih bisa terima. Sekarang Covid sudah mereda, warga miskin di desa saya justru bertambah menjadi 200 lebih keluarga. Jadi saya memimpin ini, rakyat saya malah jadi melarat,” ujarnya ditemui di rumahnya Minggu (27/1/2024).
Saat pertemuan dengan pejabat baik di kecamatan maupun kabupaten, Suyanto mengaku selalu mempertanyakan cara pendataan warga miskin.
“Setiap rakorcam (rapat koordinasi kecamatan), sering saya tanyakan, itu datanya dari mana? Kriteria miskin mereka itu seperti apa?" imbuhnya.
Sayangnya, hingga kini dirinya juga belum mendapatkan jawaban pasti soal data tersebut.
“Kalau kita tanya ke pemerintah daerah mengapa masih ada yang punya mobil menerima bantuan, yang miskin tidak menerima bantuan, mereka juga hanya bilang sesuai data saja,” katanya.
Pensiunan kepala sekolah itu mengaku sering tak dilibatkan dalam pendataan warga miskin. Sehingga jika ada warga yang seharusnya tak mendapat bantuan, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Kalau kita mau menghentikan bantuan bagi warga yang sudah tidak layak juga menyalahi aturan, karena datanya dari pusat,” ucapnya.
Di pertengahan Bulan Januari 2024, Suyanto mengaku mendapat data penerima bantuan beras 10 kg untuk enam bulan ke depan. Dia menyebut ada 173 warganya yang akan menerima bantuan beras tersebut.
Namun, dia mengatakan sejumlah data penerima bantuan beras sudah tak valid.
“Beberapa ada yang sudah meninggal. Tapi di sini masih tercatat menerima bantuan beras. Ada juga warga saya yang punya mobil dua masih masuk data penerima bantuan. Bahkan rumahnya sudah tingkat juga menerima bantuan,” keluhnya.
Baginya, yang menyedihkan adalah ada warga yang berusia 80 tahun dan tinggal di rumah tak layak tapi tidak masuk data penerima bantuan.
Baca juga: Kisah Pemuda Miskin Ekstrem Asal Sumbawa yang Lumpuh 25 Tahun, Butuh Bantuan...
“Mbah Semi itu tinggalya di rumah tidak layak, usianya sudah renta, tinggal sendirian tapi malah tidak terdata di penerima bantuan,” sesalnya.
Suyanto pun telah meminta warganya berbangga karena tidak terdata menjadi keluarga miskin penerima bantuan dari pemerintah. Namun ternyata tidak mudah mengubah budaya untuk selalu mendapatkan bantuan.
“Dari puluhan penerima bantuan itu kalau satu saja datanya tidak muncul, warga sudah menuduh bahwa itu dicoret Mbah Lurah. Padahal data tersebut dari pusat,” katanya.
Selama empat tahun memimpin Desa Gebyog, Suyanto mengaku telah mengupayakan sejumlah program untuk mensejahterakan warganya.
Di antaranya seperti elpiji seharga Rp 16.000, kebutuhan air melalui pamsimas dengan harga murah, dan ketersediaan pupuk subsidi yang dikelola langsung oleh BUMDes.
Lalu bantuan warga miskin dari anggaran dana desa.
"Dari 200 data warga miskin saya pastikan masih ada, tapi kisarannya mungkin hanya sekitar 50 keluarga miskin,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.