"Jadi seperti pernikahan pada umumnya, ada ijab kabul."
Di persidangan hakim kemudian memberikan nasihat kepada pemohon anak dan orangtua agar memahami risiko perkawinan.
Jika dispensasi nikah dikabulkan Pengadilan Agama masing-masing anak ada yang tinggal bersama dan ada juga yang tidak, kata Isa Anshori.
Tergantung latar belakang sosial dan ekonominya.
Namun biasanya karena mereka belum bisa mencari nafkah, maka tinggal terpisah sementara dan menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, menyebut pernikahan anak sama artinya dengan pemiskinan terhadap perempuan secara sistematis.
Sebab anak-anak perempuan yang sudah menikah akan berhenti sekolah.
Kemudian setelah menikah akan hamil dan di sinilah terjadi pemaksaan kematangan sosial.
Mereka, katanya, kehilangan masa remaja bersama teman-teman dan dipaksa mengasuh anak tanpa bekal yang cukup.
"Anak-anak ini terhambat pengembangan potensi dirinya, karena sudah menikah tadi. Karena jarang yang sudah nikah melanjutkan sekolah. Jadi tidak ada peluang dia meniti karir," jelasnya kepada BBC News Indonesia.
Selain itu anak-anak yang sudah menikah akan terganggu kesehatan reproduksinya apalagi jika hamil lantaran berpotensi mengalami komplikasi dan kematian ibu ketika menjalani proses persalinan pada usia terlalu muda.
Akibatnya bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah.
Hal lainnya anak-anak rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga karena belum siap dari segi psikologis dan mental menjalani rumah tangga.
Baca juga: Duduk Perkara Pernikahan Sesama Jenis di Cianjur yang Hebohkan Warga
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, berkata Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019 sebetulnya ditujukan untuk menekan dispensasi kawin pada anak.
Karena di dalamnya, hakim progresif diharapkan bisa memutus perkara dengan mempertimbangkan hak-hak anak.
"Kalau sudah bersertifikat landasannya pasti hak anak, karena hakim bisa mendengar keterangan anak tanpa dihadiri orang tuanya, atau didampingi konselor, psikolog, bahkan dokter terkait kondisi fisik," ujarnya.
Sialnya, hakim-hakim seperti itu kata dia, masih sedikit.
Dalam beberapa kasus peradilan yang tidak memiliki hakim terlatih tentang perempuan dan anak, pertimbangan memutus adalah "demi menghindari zina, atau karena sudah pernah berhubungan seksual".
Sementara itu, upaya yang bisa dilakukan sekolah dan masyarakat untuk mencegah pernikahan anak adalah dengan memberi pemahaman mengenai risiko pernikahan dini.
"BKKBN punya program siap nikah, di situ bisa diberi pembinaan soal bahaya pernikahan dini pada anak," katanya.
"Si anak juga harus diberi pemahaman kalau nikah muda itu akan merenggut cita-cita mereka," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.