Kemudian, sekolah ini dibangun kembali pada tahun 1951, dan saat itu Pemerintah Indonesia memberi bantuan sumbangan sebesar Rp 256.000.
"Awalnya dua lantai, setelah dibakar dibiarkan empat tahun, tahun 1951 dibangun kembali, pemerintah memberi Rp 256.000 dari Kementerian Sosial, sumbangan ke kami, itu hanya bisa memenuhi sepertiganya pembangunan," katanya.
Untuk menuntaskan pembangunan, para suster rela melakukan pekerjaan tangan.
"Para suster melakukan pekerjaan tangan untuk cari uang, hasilnya untuk bangun sedikit demi sedikit, sekolah ini pada tahun 1955 diresmikan kembali, meskipun hanya satu lantai, dan para suster mengatakan tidak seindah gedung yang terdahulu, yang terbakar, dua lantai," katanya.
Selain itu, di sekolah tersebut terdapat bungker yang saat ini sudah tertutup.
"Bungker itu untuk keamanan, karena dulu Belanda mengira Jepang akan menyerang lewat udara, seperti di Jerman, tapi ternyata lewat darat," katanya.
Baca juga: Jadwal dan Harga Tiket DAMRI Malang-Tosari (Bromo) PP
Selain itu, pada zaman penjajahan Belanda, para suster yang merupakan orang-orang Belanda, Jerman dan Perancis sempat ditawan ke kamp tawanan di beberapa daerah.
"Para suster yang berjumlah 78 orang dibawa ke Solo, dengan kereta yang hanya berkapasitas 34 orang, sehingga para suster ada yang meninggal, sakit. Ini terjadi pada tahun 1943 - 1946, kampnya juga dipindah-pindah daerahnya," katanya.
Bahkan, salah satu suster di sekolah tersebut yang saat itu merupakan warga pribumi juga pernah mendapatkan intimidasi dari tentara Jepang. Suster tersebut dengan kondisi gendang telinga pecah akibat tentara Jepang menembakkan pistol sebagai peringatan di dekat telinganya.
"Para suster saat itu ingin sekolah ini tetap dibuka, karena saat itu dipaksa untuk tutup," katanya.
Di sekolah Cor Jesu juga terdapat Galeri Ursulin Malang, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Di tempat itu menyimpan beragam koleksi, mulai dari alat musik, koper, dokumentasi, pakaian, hingga perkakas makan para suster. Bahkan, juga ada piano buatan Jerman dari tahun 1875 dengan kondisi yang masih terawat baik.
Sekolah yang saat ini memiliki sekitar 1.500 murid itu beberapa kali didatangi wisatawan mancanegara. Mereka ingin bernostalgia mencari data keberadaan nenek atau kakeknya yang dahulu pernah bersekolah di sana.
"Orang-orang dari Belanda beberapa kali datang ke sini, untuk mencari data orangtuanya yang pernah bersekolah di sini. Pernah juga orang Belanda menghubungi saya, kemudian saya minta catatan nama orangtuanya, saya cari datanya, rapotnya ketemu," katanya.
Sebagai informasi, Cor Jesu berasal dari bahasa latin yang memiliki arti Hati Kudus Yesus. Lembaga pendidikan di Malang tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif bagi pembangunan manusia di Indonesia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang