Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Sekolah Cor Jesu Malang Turut Dibumihanguskan pada Masa Awal Kemerdekaan

Kompas.com, 13 Desember 2023, 18:51 WIB
Nugraha Perdana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

Kemudian, sekolah ini dibangun kembali pada tahun 1951, dan saat itu Pemerintah Indonesia memberi bantuan sumbangan sebesar Rp 256.000.

"Awalnya dua lantai, setelah dibakar dibiarkan empat tahun, tahun 1951 dibangun kembali, pemerintah memberi Rp 256.000 dari Kementerian Sosial, sumbangan ke kami, itu hanya bisa memenuhi sepertiganya pembangunan," katanya.

Untuk menuntaskan pembangunan, para suster rela melakukan pekerjaan tangan.

"Para suster melakukan pekerjaan tangan untuk cari uang, hasilnya untuk bangun sedikit demi sedikit, sekolah ini pada tahun 1955 diresmikan kembali, meskipun hanya satu lantai, dan para suster mengatakan tidak seindah gedung yang terdahulu, yang terbakar, dua lantai," katanya.

Selain itu, di sekolah tersebut terdapat bungker yang saat ini sudah tertutup.

"Bungker itu untuk keamanan, karena dulu Belanda mengira Jepang akan menyerang lewat udara, seperti di Jerman, tapi ternyata lewat darat," katanya.

Baca juga: Jadwal dan Harga Tiket DAMRI Malang-Tosari (Bromo) PP

Selain itu, pada zaman penjajahan Belanda, para suster yang merupakan orang-orang Belanda, Jerman dan Perancis sempat ditawan ke kamp tawanan di beberapa daerah.

"Para suster yang berjumlah 78 orang dibawa ke Solo, dengan kereta yang hanya berkapasitas 34 orang, sehingga para suster ada yang meninggal, sakit. Ini terjadi pada tahun 1943 - 1946, kampnya juga dipindah-pindah daerahnya," katanya.

Bahkan, salah satu suster di sekolah tersebut yang saat itu merupakan warga pribumi juga pernah mendapatkan intimidasi dari tentara Jepang. Suster tersebut dengan kondisi gendang telinga pecah akibat tentara Jepang menembakkan pistol sebagai peringatan di dekat telinganya.

"Para suster saat itu ingin sekolah ini tetap dibuka, karena saat itu dipaksa untuk tutup," katanya.

Di sekolah Cor Jesu juga terdapat Galeri Ursulin Malang, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Di tempat itu menyimpan beragam koleksi, mulai dari alat musik, koper, dokumentasi, pakaian, hingga perkakas makan para suster. Bahkan, juga ada piano buatan Jerman dari tahun 1875 dengan kondisi yang masih terawat baik.

Sekolah yang saat ini memiliki sekitar 1.500 murid itu beberapa kali didatangi wisatawan mancanegara. Mereka ingin bernostalgia mencari data keberadaan nenek atau kakeknya yang dahulu pernah bersekolah di sana.

"Orang-orang dari Belanda beberapa kali datang ke sini, untuk mencari data orangtuanya yang pernah bersekolah di sini. Pernah juga orang Belanda menghubungi saya, kemudian saya minta catatan nama orangtuanya, saya cari datanya, rapotnya ketemu," katanya.

Sebagai informasi, Cor Jesu berasal dari bahasa latin yang memiliki arti Hati Kudus Yesus. Lembaga pendidikan di Malang tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif bagi pembangunan manusia di Indonesia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau