Salin Artikel

Sejarah Sekolah Cor Jesu Malang Turut Dibumihanguskan pada Masa Awal Kemerdekaan

MALANG, KOMPAS.com - Sekolah Cor Jesu yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang, Jawa Timur, menyimpan sejarah yang panjang. Lembaga pendidikan yang awalnya hanya untuk pelajar perempuan itu pernah turut dibumihanguskan dalam peristiwa Agresi Militer Belanda I tahun 1947.

Suster Lucia Anggraini mengatakan, sekolah ini mulai didirikan secara bertahap sejak tahun 1900. Dahulu, sekolah ini bernama Sekolah Ursulin Malang.

Sekolah ini awalnya merupakan Taman Kanak-Kanak (TK). Kemudian, berkembang menjadi SD, dan selanjutnya dibangun SMP pada tahun 1920. Hingga saat ini sekolah tersebut terdapat SMA dan SMK.

"Sekolah ini berawal dari rekomendasi salah satu pastor yang melihat adanya anak-anak tidak sekolah pada zaman Belanda, kemudian pastor tersebut memanggil suster dari Surabaya, dan dirintis pendirian sekolah ini," kata Suster Lucia pada Rabu (13/12/2023).

Sekolah Cor Jesu awalnya hanya diperuntukkan khusus untuk anak-anak putri asli warga Belanda dan Indo (keturunan Belanda - Indonesia). Para suster sebenarnya sudah berupaya merangkul anak-anak pribumi dengan membuka kursus-kursus pendidikan kecil.

"Sehingga, para suster membuat semacam kursus, seperti mengajarkan misal cara berpakaian, cara makan yang baik, jadi tidak berkaitan dengan ijazah (yang dikeluarkan pemerintah saat itu), mengajarkan musik, drama, menyanyi, tetap di sini kursusnya," katanya.

Bahkan, sekolah tersebut yang awalnya dua lantai, dan saat ini hanya menjadi satu lantai saja. Hal ini karena sekolah Cor Jesu turut menjadi bangunan yang dibumihanguskan dalam peristiwa Malang Bumi Hangus pada Agresi Militer Belanda I tahun 1947.

Suster Lucia mengetahui sejarah sekolah tersebut dari dokumen-dokumen catatan yang ditemukannya. Dia mengatakan, para tentara Indonesia beberapa hari sebelum terjadi peristiwa Malang Bumi Hangus telah berkoordinasi dengan pihak sekolah.

"Saat Agresi Militer Belanda pertama, para tentara sudah bilang ke suster, anak-anak dibawa (diamankan) ke kapel, beberapa hari sebelumnya ruangan-ruangan sudah bau minyak tanah, kami suster melihat (peristiwa Malang Bumi Hangus), anak-anak tidak boleh keluar," katanya.

"Awalnya dua lantai, setelah dibakar dibiarkan empat tahun, tahun 1951 dibangun kembali, pemerintah memberi Rp 256.000 dari Kementerian Sosial, sumbangan ke kami, itu hanya bisa memenuhi sepertiganya pembangunan," katanya.

Untuk menuntaskan pembangunan, para suster rela melakukan pekerjaan tangan.

"Para suster melakukan pekerjaan tangan untuk cari uang, hasilnya untuk bangun sedikit demi sedikit, sekolah ini pada tahun 1955 diresmikan kembali, meskipun hanya satu lantai, dan para suster mengatakan tidak seindah gedung yang terdahulu, yang terbakar, dua lantai," katanya.

Selain itu, di sekolah tersebut terdapat bungker yang saat ini sudah tertutup.

"Bungker itu untuk keamanan, karena dulu Belanda mengira Jepang akan menyerang lewat udara, seperti di Jerman, tapi ternyata lewat darat," katanya.

Selain itu, pada zaman penjajahan Belanda, para suster yang merupakan orang-orang Belanda, Jerman dan Perancis sempat ditawan ke kamp tawanan di beberapa daerah.

"Para suster yang berjumlah 78 orang dibawa ke Solo, dengan kereta yang hanya berkapasitas 34 orang, sehingga para suster ada yang meninggal, sakit. Ini terjadi pada tahun 1943 - 1946, kampnya juga dipindah-pindah daerahnya," katanya.

Bahkan, salah satu suster di sekolah tersebut yang saat itu merupakan warga pribumi juga pernah mendapatkan intimidasi dari tentara Jepang. Suster tersebut dengan kondisi gendang telinga pecah akibat tentara Jepang menembakkan pistol sebagai peringatan di dekat telinganya.

"Para suster saat itu ingin sekolah ini tetap dibuka, karena saat itu dipaksa untuk tutup," katanya.

Di sekolah Cor Jesu juga terdapat Galeri Ursulin Malang, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Di tempat itu menyimpan beragam koleksi, mulai dari alat musik, koper, dokumentasi, pakaian, hingga perkakas makan para suster. Bahkan, juga ada piano buatan Jerman dari tahun 1875 dengan kondisi yang masih terawat baik.

Sekolah yang saat ini memiliki sekitar 1.500 murid itu beberapa kali didatangi wisatawan mancanegara. Mereka ingin bernostalgia mencari data keberadaan nenek atau kakeknya yang dahulu pernah bersekolah di sana.

"Orang-orang dari Belanda beberapa kali datang ke sini, untuk mencari data orangtuanya yang pernah bersekolah di sini. Pernah juga orang Belanda menghubungi saya, kemudian saya minta catatan nama orangtuanya, saya cari datanya, rapotnya ketemu," katanya.

Sebagai informasi, Cor Jesu berasal dari bahasa latin yang memiliki arti Hati Kudus Yesus. Lembaga pendidikan di Malang tersebut diharapkan dapat membawa dampak positif bagi pembangunan manusia di Indonesia.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/12/13/185155678/sejarah-sekolah-cor-jesu-malang-turut-dibumihanguskan-pada-masa-awal

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com