Dirman menyatakan peran pemerintah menjadi penting agar keaslian Reog Ponorogo terus terjaga sepanjang zaman.
Untuk itu dibutuhkan wadah dan pertemuan antara seniman reog dan pemerintah agar perkembangan seni reog tak makin melenceng dari pakem.
Bagi Dirman, sapaan akrabnya, perkembangan reog Ponorogo di Kabupaten Ponorogo saat ini mulai melupakan warna aslinya. Hal itu terlihat banyak ditemukan adanya penari jatilan dan bujang ganong yang gerakannya sudah di luar pakem.
Baca juga: Hadiri Halalbihalal Pawargo, Bupati Sugiri Bicara Soal Hak Panten Reog Ponorogo
“Dari sisi pemerintah semestinya harus tanggap memberdayakan para seniman. Karena melihat perkembangan reog Ponorogo saat ini yang sepertinya jauh banget. Reog tak seindah warna aslinya. Di sini penari jatilan dan bujang ganong itu sudah di luar pakem. Ini kalau yang tua-tua tidak diajak serta omong maka khawatirnya ini kebablasen,” ujar Dirman.
Pemilik Grup Reog Kartika Puri Joglo Paju ini mengatakan penari jatilan dan bujang ganong tidak bisa disalahkan dengan adanya gerakan di luar pakem.
Pasalnya sebelum tampil, para pemain tidak dipahamkan dan diberi tahu apa penari jatilan defenisinya, geraknya dan tema hingga makna.
Menurut Dirman, semestinya harus ada peran pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo untuk menyikapi persoalan tersebut.
Pemerintah dapat mengundang toko dan sesepuh reog untuk memecahkan persoalan terkait berkembangnya reog Ponorogo saat ini.
“Jangan-jangan nanti kebablasan. Siapa yang disalahkan. Jangan nanti terus dikambinghitamkan. Anak-anak itu menari mendapatkan uang dan mendapatkan popularitas sudah. Dan Ini menurut saya menjadi tugas yayasan reog, Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata agar duduk bersama memecahkan masalah,” kata Dirman.
Baca juga: 3 Hektare Hutan Lindung di Ponorogo Terbakar, Asap Ganggu Pengguna Jalan
Dirman membandingkan perkembangan reog Ponorogo di luar jawa yang tetap mempertahankan tradisi aslinya. Para pemain reog tampil sesuai pakem yang diturunkan temurun.
Namun anehnya, menurut dia, perkembangan reog di bumi Ponorogo justru berkembang di luar pakem.
Fenomena itu pun sering menjadi keluhan kalangan sesepuh reog di kecamatan-kecamatan agar seni reog Ponorogo ditampilkan tak melenceng jauh dari tradisi aslinya.
“Para sesepuh reog menanyakan mengapa penari jatilan celananya sudah seperti penyanyi dangdut. Kemudian saya diminta untuk bicara sama pemerintah agar dibenahi,” tutur Dirman.
Baca juga: Peletakan Batu Pertama Monumen Reog Ponorogo, Dibangun di Lokasi Bekas Tambang Batu Gamping
Hanya saja saat mengambil keputusan terkait persoalan tersebut, lanjut Dirman, hanya penari dan pengendang yang dihadirkan.
Padahal seharusnya para sesepuh seniman reog dihadirkan agar dapat membina dan membimbing kader-kader penari harus memakai eblek. Pasalnya tari jatilan itu menggambarkan prajurit berkuda dan berlatih perang. Untuk itu tarian itu harus menggunakan properti kuda kepang.