MALANG, KOMPAS.com - Dua fenomena pesta miras oplosan yang berujung maut terjadi berturut-turut dalam satu pekan di Jawa Timur.
Pertama, pesta miras oplosan yang menewaskan tiga orang di Dusun Leses, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso pada Rabu (10/5/2023).
Kemudian pada Sabtu (13/5/2023) malam, tujuh orang di kawasan Kelurahan Pogar, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan meninggal setelah berpesta miras oplosan.
Baca juga: 7 Pria di Pasuruan Meninggal, Diduga Sempat Pesta Miras Oplosan Dicampur Losion Nyamuk
Sosiolog Universitas Brawijaya, Dhanny S. Sutopo, M.Si mengungkapkan bahwa pengetatan aturan dan kontrol sosial masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Menurutnya, kasus miras oplosan berujung kematian itu tidak lepas dari masalah kolektif pergaulan di lingkungan masyarakat. Di antaranya keinginan menunjukkan eksistensi diri di dalam pergaulan.
"Fenomena ini terjadi tidak luput dari hasrat untuk menunjukkan eksistensi diri seseorang di dalam kelompok masyarakat. Mereka menganggap dirinya akan menjadi seseorang ideal apabila sudah melakukan pesta semacam itu bersama-sama," ungkapnya melalui sambungan telepon, Sabtu (20/5/2023).
Baca juga: Putri PJ Gubernur di Papua Tewas di Semarang, Ada Botol Miras di TKP
Seseorang pecandu minuman keras, katanya, relatif akan berpikir irasional.
"Sehingga minuman dioplos, dicampur macam-macam," ujarnya.
Minuman keras oplosan itu menimbulkan banyak korban karena kandungan yang sudah di ambang batas.
Apalagi ada campuran bahan kimia berbahaya lainnya.
Oleh karena itu, menurut Dhanny perlu ada aturan yang mampu melokalisasi peredaran minuman keras. Operasi penindakan minuman ilegal juga diperlukan.
"Upaya melokalisir dtujukan agar masyarakat mampu ikut mengontrol lingkungannya," terang dia.
Baca juga: 7 Nyawa Melayang Gara-gara Tenggak Miras Oplosan, 3 Orang Kondisinya Kritis
Sementara, dari sisi pemerintah harus dilakukan pengetatan aturan. Baik peredarannya yang dibatasi dengan tujuan untuk memperketat atau melokalisir peredaran minuman beralkohol atau melakukan penindakan minol ilegal.
"Misalnya hanya boleh dikonsumsi di tempat tertentu," jelasnya.
Dengan pembatasan aktivitas minuman keras itu, peredarannya akan lebih mudah terkontrol.
Di sisi lain masyarakat juga bisa membantu jika ada temuan pelaku pesta miras di lingkungannya.
Baca juga: 2 Orang Tewas usai Tenggak Miras Dicampur Obat Luka di Papua Pegunungan
"Karena sangat jarang orang minum miras dalam kondisi sendiri. Pasti ada kolektifnya yang juga melakukan hal yang sama. Sehingga kontrol sosial menjadi yang menjadi penting," ujar Dhanny.
Dhanny tak menampik bahwa menghilangkan peredaran miras di masyarakat adalah perkara tak mudah. Salah satunya, pesta miras kadang masih dianggap tradisi di berbagai hajatan masyarakat saat malam hari.
Sehingga, kontrol lingkungan oleh aparat keamanan dan perangkat pemerintahan sangat diperlukan.
"Contoh di salah satu desa ketika hajatan justru yang menjadi sensasi adalah saat ada miras. Peran perangkat desa di tempat tersebut bisa melokalisir dan menjaga jangan sampai dilakukan sembunyi-sembunyi tanpa pengawasan," tambahnya.
"Korban miras oplosan tak mengenal hanya yang muda saja. Maka lingkungannya yang perlu untuk turut mengawasi," imbuh Dhanny.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.