"Ini bertentangan dengan asas hukum pidana, non-retroaktif. Saya menghormati pendapat ahli lain, tapi saya kekeh dengan pendapat saya ini. Karena putusan Sambo didasarkan pada KUHP yang lama," ucap Wayan.
Menurutnya Wayan, putusan untuk Ferdy Sambo belum bersifat final. Masih ada upaya hukum banding, kasasi dan pengajuan grasi dan amnesty.
Akan tetapi, jika semua upaya hukum itu ditolak dan kasus tersebut dinyatakan inkrah atau telah berkekuatan hukum tetap, maka Ferdy Sambo bisa langsung dieksekusi.
Baca juga: Vonis Mati Ferdy Sambo Dinilai Langgar Hak Hidup
Sebab, di KUHP lama, tidak diatur waktu tunggu bagi terdakwa yang dijatuhi hukuman mati setelah perkara dinyatakan inkrah.
"Kalau ada grasi, presiden yang memberikan sebagai kepala negara. Kalau diterima oleh presiden, mungkin sanksi hukumnya diubah jadi pidana seumur hidup, itu kalau diterima," kata Wayan.
"Kalau grasi ditolak dan amnesty ditolak, maka kemudian Kejaksaan Agung melaksanakan perintah dari Mahkamah Agung untuk melakukan eksekusi. Kalau sudah inkrah, artinya sudah tidak ada upaya hukum lain selain grasi dan amnesty ya dieksekusi," ujar Wayan.
Baca juga: Soroti Vonis Ferdy Sambo, Komnas HAM: Di KUHP Baru, Hukuman Mati Bukan Lagi Pidana Pokok
Ia juga menyoroti mengenai banyaknya pelaku kejahatan berat yang selama ini dijatuhi hukuman mati namun tak kunjung dieksekusi hingga saat ini.
Ia menilai, pemerintah masih ragu-ragu untuk menjalankan eksekusi hukuman mati, terutama jika sampai ada protes dari negara-negara pejuang hak asasi manusia.
"Untuk kasus Sambo, saya pikir sikat saja, dieksekusi. Karena dia penegak hukum yang melanggar hukum. Yang dibunuh adalah ajudan polisi dengan pangkat paling bawah," kata Wayan.
"Nah, kalau ini tidak dieksekusi maka akan jadi pertanyaan besar, mengapa Kejaksaan Agung tidak melakukan. Sudah berapa kali ganti Jaksa Agung, tak ada terpidana yang dijatuhi hukuman mati dieksekusi, meski kasusnya udah memiliki kekuatan hukum tetap. Enggak ada," imbuh Wayan.
Karena itu, publik perlu mengawal terus kasus Sambo. Sebab, ia khawatir proses banding dan kasasi di Pengadilan Tinggi tidak berjalan transparan.
Sebab, proses di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sudah tidak ada lagi proses persidangan, yang ada hanya pemeriksaan berkas-berkas perkara.
"Di sinilah kesempatan bagi para mafia-mafia hukum itu mulai bergerilya. Karena pada dasarnya, enggak ada manusia yang mau dipidana, dihukum, burung saja tidak mau dikurung kan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.