"Asumsinya kan selama ini biaya pemilihan kepala desa terlalu mahal, kalau sekali jadi kepala desa dapat 6 tahun, maksimal bisa tiga kali terlalu mahal, kalau 9 tahun jadi murah, jadi 18 tahun, berarti ada persolan mendasar dari para kepala desa dengan argumen demikian," katanya.
Menurutnya, jika desakan perpajangan masa jabatan kepala desa itu didasari pada biaya politik yang terlalu mahal, maka sistem demokrasi di lingkup desa tidak sehat. Padahal, seharusnya pemilihan kepala desa dapat diikuti oleh semua orang yang memenuhi persyaratan dengan memiliki kesempatan secara merata.
"Berarti pemilihan kepala desa itu tidak sehat, high cost, terlalu mahal, memungkinkan praktik-praktik tidak sehat terjadi dalam proses demokrasi dalam pemilihan tersebut. Artinya, menjadi kepala desa harus punya modal besar, berarti yang boleh masuk dan dipilih orang-orang dengan modal besar atau punya akses dalam proses pemilihan kepala desa, berarti mayoritas demikian," katanya.
Baca juga: Wacana Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Perangkat Desa Karanganyar: Setuju, tapi Dasar Hukum Harus Jelas
Menurutnya, pemerintah harus mencari cara bagaimana proses pemilihan kepala desa tetap efektif dan demokratis dan bisa diikuti oleh semua orang dengan biaya yang murah. Dia mendorong kepada pemerintah untuk mereformasi proses pemilihan kepala desa.
"Tapi proses pemilihan kepala desa harus direformasi juga karena cara saat ini terlalu mahal sehingga perlu efisiensi. Kalau ada money politic, kemudian ancaman, sudah tidak lagi demokratis, jadi sistem pemilihan saat ini dipengaruhi dengan cost (modal)," katanya.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa dan Lurah (APeL) Kota Batu, Wiweko menyampaikan, desakan revisi UU tersebut untuk meminimalisasi gesekan politik di tingkat desa. Selain itu, menurut Wiweko, tambahan masa jabatan tersebut dapat meningkatkan kinerja Kades.
"Alasannya, satu karena pertimbangan politik di desa, antara pendukung calon ini gesekannya lumayan lama, tidak selesai-selesai. Makanya fokus Kades yang terpilih jadi terbelah, menyelesaikan gesekannya dan pembangunannya. Jadi kalau 9 tahun, yang 3 tahun bisa menyelesaikan gesekan (politik), yang 6 tahun fokus membangun desa, arahnya ke sana," katanya.
Selain itu, dia tidak memungkiri bahwa desakan revisi UU tersebut untuk meminimalisasi ongkos politik yang dikeluarkan ketika menghadapi pemilihan. Wiweko juga mengungkapkan, desakan yang ada juga didukung oleh seluruh kepala desa dari 19 desa di Kota Batu.
"Jelas mendukung semua, kita juga berangkat ke sana juga, ada 17 kades yang berangkat, yang lain ada yang sakit dan berhalangan," kata pria yang juga Kepala Desa Oro-Oro Ombo itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.