Laga semakin panas ketika Persebaya mampu memimpin pertandingan.
Di menit-menit akhir babak kedua, Mukid mendengar di dalam stadion terjadi kerusuhan.
Yang dia pikirkan saat itu ialah segera menghubungi sahabatnya Faiq melalui ponsel, namun tak ada respons.
Mukid kemudian membeli tiket seharga Rp 75.000 dari calo demi mencari sahabatnya.
"Saya dengar sudah panas karena Arema kalah. Saya kontak Faiq dan temannya tapi tidak bisa. Sebisa mungkin saya berusaha masuk, dan akhirnya bisa setelah beli tiket di calo," imbuhnya.
Baca juga: 8 Fakta Stadion Kanjuruhan, Kandang Arema FC yang Jadi Kebanggan Aremania
Saat wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir akhir, dia melihat suporter masuk lapangan hingga terjadi kerusuhan.
Aparat kepolisian pun tampak menghalau supoter dan menembakkan gas air mata.
"Tebal sekali (asap gas air mata). Mata saya perih, saya juga tidak pakai masker," lanjutnya.
Baca juga: Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Pengamat: Pihak yang Bersalah Terancam Pidana
Mukid terus mencari sang sahabat meski suasana sangat kacau. Akhirnya pukul 23.30 WIB, dia dihubungi suporter lain asal Jember terkait keberadaan Faiq.
"Faiq ada di sebuah gedung, masih di kawasan stadion. Sahabat saya sudah ditutupi kain, sudah meninggal," katanya lirih.
Selain Faiq, temannya yang lain yakni Noval Putra Aulia juga meninggal dalam tragedi itu.
"Rombongan saya hanya empat yang bisa masuk sepengetahuan saya. Dua orang meninggal. Yang dua, saya tidak tahu kondisinya," katanya.
Baca juga: Polisi Korban Kerusuhan Kanjuruhan Malang Terima Penghargaan Luar Biasa
Mukid terpukul dan merasa bertanggung jawab karena telah mengajak Faiq menyaksikan sepak bola.
Dia pun terus menemani jenazah Faiq dari Malang menuju Jember menggunakan ambulans.
Sementara sepeda motornya diurus oleh teman suporter lainnya.