"Jadi memang suhu udara akan lebih terasa dingin hingga 21,6 derajat celsius pada malam hari," kata Usman saat dihubungi Kompas.com.
Menurut Usman, tutupan awan yang sedikit itu membuat gelombang pendek yang terpancar dari matahari terserap sempurna oleh permukaan bumi.
Proses yang sempurna itu membuat cuaca pada malam hari akan cerah dan tidak ada tutupan awan. Gelombang panjang juga akan terpancar seluruhnya ke angkasa. Hal itu akan membuat suhu lebih dingin dari biasanya.
"Langit yang cenderung bersih awannya akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar. Sehingga membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari,” kata dia.
Baca juga: Suhu Dingin Landa NTT, Terendah di Manggarai Mencapai 10 Derajat Celsius
Salain itu, kondisi suhu udara pada malam musim kemarau dipengaruhi oleh angin monsun Australia dengan massa udara kering dan dingin yang bergerak dari Australia menuju ke Asia melewati wilayah Indonesia, Bali dan Pulau Jawa.
Fenomena itu, lanjut Usman, merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang bisa menyebabkan beberapa tempat seperti dataran tinggi atau wilayah pegunungan berpotensi terjadi embun es.
"Fenomena ini akan terjadi selama musim kemarau, untuk di wilayah Sumenep puncak musim kemarau masih sampai Agustus, jadi suhu dingin akan tetap terasa," kata dia.
"Masyarakat bisa mengantisipasi dengan selalu menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat dengan asupan air, nutrisi yang cukup," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.