Menurut Liya, ada beberapa pertimbangan pihak kejaksaan dalam memberian restorative justice ke tersangka JS.
Salah satunya karena yang bersangkutan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
“Tersangka juga menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Selain itu korban telah memaafkan perbuatan tersangka, serta tidak menuntut ganti rugi mengingat HP milik korban kembali,” sebut Liya.
“Sehingga itu yang menjadi alasan kami untuk menghentian penuntutan atau tidak melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan,” lanjut dia.
Baca juga: Kecelakaan Kerja, Warga Nganjuk Tewas di Pabrik Plastik
Kasi Pidum Kejari Nganjuk, Roy Ardiyan Nur Cahya melanjutkan, penyelesaian perkara dengan skema restorative justice ini mengacu pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Pihak Kejari (Nganjuk) telah berupaya menciptakan harmonisasi di masyarakat dengan menggunakan pendekatan hati nurani,” kata Roy.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang