Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raperda Janda Jadi Kontroversi, Ini Tanggapan Pakar Hukum

Kompas.com - 03/06/2022, 10:45 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ahmad Su'udi ,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Wacana Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan dan Pemberdayaan Janda di Banyuwangi yang digulirkan oleh Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Moh Basir Khadim, menuai kontroversi.

Salah satu poinnya mengatur agar aparatur sipil negara (ASN) laki-laki yang mampu, boleh menikahi janda dengan cara poligami, agar janda-janda lebih terlindungi.

Baca juga: 28 Tahun Tsunami Banyuwangi, 215 Jiwa Meninggal Dunia

Dia mengatakan, banyak janda yang tidak memiliki cukup keterampilan, lalu menjadi istri simpanan, atau bahkan masuk dunia prostitusi.

Basir menyadari gagasannya tersebut mengundang kontroversi, dan menyatakan bahwa niatnya baik untuk memberdayakan janda.

Pihaknya akan terus menyusun Raperda itu untuk diajukan tahun depan. Raperda akan diuji di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) dan paripurna DPRD Banyuwangi sebelum disahkan.

Baca juga: Wacana Rapeda Janda di Banyuwangi, ASN Diusulkan Bisa Berpoligami

Menurut Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, daripada sibuk membahas usulan agar ASN laki-laki boleh poligami, banyak pekerjaan lain yang bisa dilakukan.

Misalnya terkait pemberdayaan, pihaknya mengikutkan kelompok perempuan dalam program UMKM naik kelas.

"Saya rasa tidak semua mendukung pendapat itu dan masih banyak hal yang perlu dikerjakan dibanding kami hanya bicara poligami," kata Ipuk di gedung DPRD Banyuwangi, Kamis (2/6/2022).

Komentar pakar

Pakar Hukum dan Gender Universitas Airlangga (Unair) Dwi Rahayu Kristianti mengatakan membedakan perempuan berdasarkan status pernikahannya merupakan kekeliruan.

Sehingga menurutnya wacana Raperda janda bukan solusi yang bijak.

Dia menjelaskan dengan cara pandang yang tepat, terdapat beberapa solusi untuk memberdayakan perempuan.

Baca juga: Rio Waida, Satu-satunya Atlet Indonesia di Kompetisi Selancar Dunia WSL Banyuwangi 2022

Pertama, upaya preventif atau pencegahan agar pernikahan yang berlangsung di Banyuwangi semakin berkualitas, sehingga mengurangi angka perceraian.

Salah satunya dengan mengurangi pernikahan di bawah usia yang telah ditetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, mengatur usia minimal penduduk Indonesia boleh menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

Menurutnya melanggar ketentuan itu akan memperbesar potensi gagalnya pernikahan. Selama tahun 2021, di Banyuwangi terdapat sekitar 1.000 dispensasi menikah di bawah usia standar.

"Karena memang banyak hasil penelitian menyatakan bahwa usia yang lebih dewasa dari usia yang ada di UU 1 tahun 1974, dianggap matang secara fisik, psikis dan ekonomi, untuk memasuki kehidupan pernikahan," kata Dwi melalui aplikasi pesan, Kamis (2/6/2022).

Baca juga: Alas Purwo Banyuwangi, Pesona Lanskap Alam yang Berbalut Nuansa Mistis

Kedua, kesadaran kesetaraan hak pendidikan untuk laki-laki dan perempuan harus terus ditingkatkan, untuk mengurangi perempuan tanpa keterampilan.

Dan terakhir, penyusunan Raperda baru untuk melindungi dan memberdayakan seluruh perempuan di Banyuwangi, bagaimana pun status dan kondisinya.

Hal itu dia anggap lebih adil dan efisien, dibandingkan menyusun Raperda dan tim khusus penanganan janda tingkat kabupaten yang lebih boros sumber daya.

"Jika ingin mengatur tentang pemberdayaan perempuan, lebih baik (menyusun) Perda baru yang bisa meng-cover seluruh perempuan, apa pun statusnya," kata Dwi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com