Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Masjid Bungkuk, Masjid Tertua di Malang yang Didirikan oleh Laskar Diponegoro

Kompas.com, 20 April 2022, 10:49 WIB
Imron Hakiki,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Puluhan warga berdatangan ke Masjid At-Thohiriyah saat azan dzuhur berkumandang dari masjid tersebut, Selasa (19/4/2022). Mereka mengikuti ibadah shalat dzuhur berjemaah di masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Bungkuk itu.

Masjid yang berdiri di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu merupakan masjid tertua di Kabupaten Malang. Masjid itu menjadi simbol penyebaran agama Islam di daerah sekitarnya.

Masjid itu didirikan oleh Kiai Hamimuddin atau dikenal sebagai Mbah Bungkuk. Ia merupakan salah satu Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa yang singgah di kawasan Singosari.

Baca juga: 105 Titik Jalan Rusak di Kota Malang Diperbaiki, Ditargetkan Selesai Sebelum Lebaran

"Kala itu Pangeran Diponegoro berpesan bagi laskar-laskarnya agar menyebarkan agama Islam di manapun berada. Pesan itu benar dilaksanakan oleh Kiai Hamimuddin di Malang ini," kata KH Moensif Nachrowi, cicit dari Kiai Hamimuddin saat ditemui usai memimpin shalat berjemaah di masjid tersebut, Selasa.

Awalnya, penyebaran Islam oleh Kiai Hamimuddin dimulai dengan membangun mushala berupa gubuk di tengah hutan. Kelak, mushala itu menjadi Masjid Bungkuk seperti yang berdiri saat ini.

Baca juga: Sekitar 800 Calon Jemaah di Kabupaten Malang Terancam Batal Berangkat Haji Tahun Ini

Mushala itu dibangun dengan material seadanya dengan dinding berbahan bambu.

"Sejak berdirinya, masjid ini difungsikan sebagai tempat ibadah dan mengajar mengaji di tengah hutan. Awalnya hanya ada satu dua santri," ujarnya.

Kehadiran Mbah Bungkuk dan mushalanya sempat menjadi perbincangan warga sekitar yang kala itu mayoritas beragama Hindu. Kegiatan peribadatan yang dibawa oleh Mbah Bungkuk dinilai sebagai hal yang baru.

Apalagi, dengan adanya gerakan rukuk dan sujud dalam ritual shalat yang dilakukan oleh Mbah Bungkuk dan pengikutnya.

"Warga ramai memperbincangkan tentang rukuk dan sujud itu dengan istilah bungkuk-bungkuk. Maka kemudian masjid dan area sekitar disebut sebagai kawasan Bungkuk," tuturnya.

Tampak dalam masjid Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.KOMPAS.COM/Imron Hakiki Tampak dalam masjid Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Sebagian warga yang penasaran dengan kegiatan dan ajaran Mbah Bungkuk, akhirnya tertarik untuk mempelajarinya.

Tak dinyana, banyak warga yang ikut belajar di dalam gubuk tersebut. Mereka merasa menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah ada dalam ajaran agama sebelumnya.

Seiring perkembangan waktu, santri yang ingin mendalami ajaran agama Islam berdatangan ke Mbah Bungkuk. Sehingga, mushala gubuk itu direnovasi menjadi bangunan semi permanen, dengan empat pilar kayu penyangga atap masjid. Empat pilar itu masih utuh sampai sekarang dan belum mengalami perubahan sedikit pun.

Baca juga: Pohon Tumbang di Pakisaji Malang, 1 Pemotor Nyaris Tertimpa

"Entah tahun berapa proses renovasinya. Yang pasti status mushala gubuk tersebut kemudian berubah menjadi masjid seiring proses renovasi itu dilakukan," jelasnya.

Moensif mengatakan, di bawah empat pilar kayu itu tertanam batu gilang yang biasanya difungsikan untuk memperkuat empat tiang candi dari getaran gempa bumi.

"Ada delapan batu gilang di sana. Satu sama lain bergandeng. Fungsinya untuk memperkuat pilar agar tegak. Sekaligus untuk menahan bangunan apabila terjadi gempa bumi. Jadi meskipun gempa mungkin hanya goyang saja tapi tidak sampai runtuh," jelasnya.

Setelah mushala itu direnovasi, berangsur-angsur santri yang ingin belajar kepada Mbah Bungkuk semakin banyak. Mbah Bungkuk akhirnya membangun gubuk-gubuk sebagai tempat santri bermukim.

Baca juga: Tiba-tiba Mati Mesin, Mobil Kijang Innova Terseret KA Sejauh 10 Meter di Malang

"Tujuan awal gubuk-gubuk itu sebagai tempat santri agar tidak ketinggalan shalat lima waktu dan mengaji," katanya.

"Seiring berjalannya waktu, gubuk-gubuk itu kemudian menjadi pondok pesantren dengan nama Miftahul Falah, yang terus aktif sampai sekarang," imbuhnya.

Pondok Pesantren itu disebut-sebut juga sebagai pondok pesantren tertua di Malang.

Kiai Hamimuddin alias Mbah Bungkuk wafat pada tahun 1850 Masehi dan dimakamkan tepat di belakang Masjid Bungkuk. Sampai saat ini, makam Mbah Bungkuk tidak pernah sepi dari peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.

Terlihat makam tersebut dipagari besi tahan karat. Selain makam Mbah Bungkuk, tampak juga beberapa makam lain di dalam area pemakaman.

"Makam-makam ini merupakan makam orang-orang terdekat Kiai Hamimuddin, seperti anak dan menantunya," pungkas Moensif.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau