Salin Artikel

Melihat Masjid Bungkuk, Masjid Tertua di Malang yang Didirikan oleh Laskar Diponegoro

MALANG, KOMPAS.com - Puluhan warga berdatangan ke Masjid At-Thohiriyah saat azan dzuhur berkumandang dari masjid tersebut, Selasa (19/4/2022). Mereka mengikuti ibadah shalat dzuhur berjemaah di masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Bungkuk itu.

Masjid yang berdiri di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu merupakan masjid tertua di Kabupaten Malang. Masjid itu menjadi simbol penyebaran agama Islam di daerah sekitarnya.

Masjid itu didirikan oleh Kiai Hamimuddin atau dikenal sebagai Mbah Bungkuk. Ia merupakan salah satu Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa yang singgah di kawasan Singosari.

"Kala itu Pangeran Diponegoro berpesan bagi laskar-laskarnya agar menyebarkan agama Islam di manapun berada. Pesan itu benar dilaksanakan oleh Kiai Hamimuddin di Malang ini," kata KH Moensif Nachrowi, cicit dari Kiai Hamimuddin saat ditemui usai memimpin shalat berjemaah di masjid tersebut, Selasa.

Awalnya, penyebaran Islam oleh Kiai Hamimuddin dimulai dengan membangun mushala berupa gubuk di tengah hutan. Kelak, mushala itu menjadi Masjid Bungkuk seperti yang berdiri saat ini.

Mushala itu dibangun dengan material seadanya dengan dinding berbahan bambu.

"Sejak berdirinya, masjid ini difungsikan sebagai tempat ibadah dan mengajar mengaji di tengah hutan. Awalnya hanya ada satu dua santri," ujarnya.

Kehadiran Mbah Bungkuk dan mushalanya sempat menjadi perbincangan warga sekitar yang kala itu mayoritas beragama Hindu. Kegiatan peribadatan yang dibawa oleh Mbah Bungkuk dinilai sebagai hal yang baru.

Apalagi, dengan adanya gerakan rukuk dan sujud dalam ritual shalat yang dilakukan oleh Mbah Bungkuk dan pengikutnya.

"Warga ramai memperbincangkan tentang rukuk dan sujud itu dengan istilah bungkuk-bungkuk. Maka kemudian masjid dan area sekitar disebut sebagai kawasan Bungkuk," tuturnya.

Tak dinyana, banyak warga yang ikut belajar di dalam gubuk tersebut. Mereka merasa menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah ada dalam ajaran agama sebelumnya.

Seiring perkembangan waktu, santri yang ingin mendalami ajaran agama Islam berdatangan ke Mbah Bungkuk. Sehingga, mushala gubuk itu direnovasi menjadi bangunan semi permanen, dengan empat pilar kayu penyangga atap masjid. Empat pilar itu masih utuh sampai sekarang dan belum mengalami perubahan sedikit pun.

"Entah tahun berapa proses renovasinya. Yang pasti status mushala gubuk tersebut kemudian berubah menjadi masjid seiring proses renovasi itu dilakukan," jelasnya.

Moensif mengatakan, di bawah empat pilar kayu itu tertanam batu gilang yang biasanya difungsikan untuk memperkuat empat tiang candi dari getaran gempa bumi.

"Ada delapan batu gilang di sana. Satu sama lain bergandeng. Fungsinya untuk memperkuat pilar agar tegak. Sekaligus untuk menahan bangunan apabila terjadi gempa bumi. Jadi meskipun gempa mungkin hanya goyang saja tapi tidak sampai runtuh," jelasnya.

Setelah mushala itu direnovasi, berangsur-angsur santri yang ingin belajar kepada Mbah Bungkuk semakin banyak. Mbah Bungkuk akhirnya membangun gubuk-gubuk sebagai tempat santri bermukim.

"Tujuan awal gubuk-gubuk itu sebagai tempat santri agar tidak ketinggalan shalat lima waktu dan mengaji," katanya.

"Seiring berjalannya waktu, gubuk-gubuk itu kemudian menjadi pondok pesantren dengan nama Miftahul Falah, yang terus aktif sampai sekarang," imbuhnya.

Pondok Pesantren itu disebut-sebut juga sebagai pondok pesantren tertua di Malang.

Kiai Hamimuddin alias Mbah Bungkuk wafat pada tahun 1850 Masehi dan dimakamkan tepat di belakang Masjid Bungkuk. Sampai saat ini, makam Mbah Bungkuk tidak pernah sepi dari peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.

Terlihat makam tersebut dipagari besi tahan karat. Selain makam Mbah Bungkuk, tampak juga beberapa makam lain di dalam area pemakaman.

"Makam-makam ini merupakan makam orang-orang terdekat Kiai Hamimuddin, seperti anak dan menantunya," pungkas Moensif.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/04/20/104920378/melihat-masjid-bungkuk-masjid-tertua-di-malang-yang-didirikan-oleh-laskar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke