KOMPAS.com - Penyerangan membabi buta yang dilakukan seorang warga berinisial R di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, meninggalkan duka bagi para korban.
Penyerangan yang terjadi Senin (8/3/2022) tersebut menyebabkan tiga warga tewas dan tujuh orang terluka termasuk orangtua pelaku.
Setelah menyerang warga, R kabur ke area perkebunan. Penangkapan R sempat membuat petugas kewalahan. Bahkan petugas harus mengeluarkan tembakan peringatan saat mengamankan R.
Baca juga: Tetangga Tolak Pelaku Pembacokan 10 Orang di Kediri Pulang ke Desanya
Saat dikejar R juga masuk ke rumah orangtuanya dari pintu belakang dan duduk diam di kamar seperti orang sembayang.
R yang saat itu sudah tidak membawa parang, terlibat adu fisik dengan dua orang petugas polisi yang hendak menangkapnya.
Sementara itu Kepala Desa Pojok Darwanto mengatakan warga menolak jika R pelaku pembacokan 10 orang itu dipulangkan ke desa.
Penolakan dilakukan karena lingkungan tetangga merasa trauma dengan perbuatan R.
Ia mengatakan penolakan murni dari masyarakat, sedangkan pihak desa hanya menampung aspirasi.
Untuk proses hukum yang saat ini dijalani R, pihak desa menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
Baca juga: Motif Pelaku Pembacokan terhadap 10 Korban di Kediri Masih Misterius
"Dalam banyak kasus hal tersebut formula utamanya. Pelaku pengangguran dan ia membayangkan idealnya punya pekerjaan, punya uang. Faktanya tidak sama dengan bayangan idealnya," kata Nurul Hidayat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/3/20221).
Ia mengatakan jika seseorang terlalu sering dalam kondisi semacam itu akan memicu sosial disorder.
"Pada dasarnya Tuhan dan alam sudah menjamin keberlangsungan manusia. Namun sebuah sistem yang bekerja dengan dengan logika tertentu sehingga ada orang yang terpaksa termarjinalkan," kata dia.
Baca juga: Cerita Kasianto, Korban Pembacokan Sadis di Kediri, Sempat Tak Tahu Istrinya Tewas
Perasaan termajinalkan yang berkonflik dengan naluri dasar manusia menurut Nurul Hidayat bisa keluar dalam bentuk pemberontakan.
"Ini struktur sosial. Namun dalam level pribadi gampangannya adalah yang punya perut semua orang tapi yang kenyang hanya sebagian orang. Jadi ada pertanyaan salah saya apa," ungkap dosen Fisip Unej tersebut.