Malang Tolerant City Not Halal City.
— budi (@bedarmanto) February 15, 2022
Hebat warganya mbelgedes walikotanya. pic.twitter.com/IumngcBElL
Perwujudan kepariwisataan halal di Kota Malang dikatakannya juga menyesuaikan dengan UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Sehingga Pemkot Malang juga ingin mendukung cita-cita dari pemerintah pusat untuk menerima pemasukan negara dari dunia pariwisata Indonesia.
"Ini bukan kebijakan kota saja tapi nasional karena devisa negara kita akan berpindah perolehannya dari migas, batu bara, kelapa sawit saat ini menjadi pariwisata yang akan menjadi andalan," ujarnya.
Baca juga: Syarat untuk Pasien Covid-19 jika Ingin Isolasi di SKB Kota Malang
Dia berharap semua elemen masyarakat untuk tidak salah persepsi.
Artinya, Kota Malang tetap menjadi daerah yang masyarakatnya memiliki nilai toleransi yang tinggi.
"Jadi sama sekali jangan dibuat diksi kalau halal itu Malang syar'i, itu salah besar, bahkan di RPJMD kami yang misi ketiga jelas kota yang toleran dalam keberagaman itu luar biasa kami menjunjung tinggi," katanya.
"Malang ini termasuk kota yang toleran apa terkondusif se-Jawa Timur, nomor satu antar umat beragama, mohon sekali lagi ini jangan dikaitkan dengan urusan SARA," tambahnya.
Baca juga: Kota Malang Resmikan Isoter Pasien Covid-19, Diprediksi Langsung Penuh
Soal sertifikasi halal, pihaknya mengacu pada UU Nomor 33 tahun 2014 dan peraturan pemerintah yang ada.
Terkait larangan penjualan daging anjing juga sama, bukan untuk dikonsumsi tetapi hewan tersebut diperuntukkan untuk dipelihara.
Adanya aturan-aturan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian dan kejelasan terhadap konsumen.
"Kepastian kalau halal ya halal betul, karena di UU 33 2014 pasal 26 jelas ketika dia tidak melakukan atau tidak mencantumkan (semacam tulisan halal atau tidak) ada sanksinya," katanya.
Baca juga: Rute Baru PO Sinar Jaya Segera Beroperasi, Poris-Malang Rp 300.000