Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hashim Janji Tetap Sponsori Kegiatan Arkeologi

Kompas.com, 14 Januari 2009, 22:01 WIB

Pengusaha di Indonesia hampir tidak ada yang mau biayai. Terus terang saja, kami saja satu-satunya pengusaha di Indonesia yang tertarik membiayai program-program ini yang sebetulnya tidak profitable, enggak ada uang untuk ini, paparnya Hashim.

Walau tidak mendapat keuntungan materi, Hashim mengaku mendapat kepuasan karena mendukung pelestarian benda cagar budaya. Dengan kata lain, kami jalan terus. Tidak takut, ujarnya.

Bahkan saat ini, YKHD mendukung pemeliharaan prasasti berbentuk perahu kuno yang diperkirakan berusia 500-600 tahun yang ditemukan di Pantai Rembang. Yang akan kami lakukan konstruksi atap dan tempat perlindungan, agar perahu tersebut tidak rusak kami membangun shelter, katanya.

Tak hanya melanjutkan program tersebut, Hashim menegaskan dengan putusan m ajelis hakim yang membebaskan dirinya dari dakwaan, dia kini memberanikan diri untuk membantu menfasilitasi pengembalian Prasasti Sangguran (yang dikenal dengan Prasasti Minto) ke Tanah Air.

Prasasti yang tingginya sekitar 2 meter dan berat 3,5 ton ini di buat Raja Kediri tahun 928 Masehi, tetapi dirampas Raffles pada tahun 1814 ketika Inggris menguasai Pulau Jawa. Prasasti itu diserahkan Raffles kepada atasannya Lord Minto (saat itu menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda) dan dibawa ke Inggris. Selama sekitar 200 tahun, prasasti tersebut tersimpan di kediaman Lord Minto di Skotlandia.

Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, meminta bantuan kepada Hashim untuk mengembalikan prasasti tersebut. Bantu bagaimana, ya bantu dengan uang, paparnya.

Ia mengakui, beberapa waktu lalu, karena didakwa melanggar UU Benda Cagar Budaya, ia sempat menghentikan upaya membantu pemerintah tersebut karena takut akan berurusan dengan hukum.

Waktu lalu usaha itu kami stop. Kami takut kalau kami beli dari Lord Minto kembalikan, kami takut nanti di Tanjung Priok kami ditangkap, dianggap penadah. Ini kan negara sakit, ujarnya.

Kini dengan dirinya dibebaskan majelis hakim, Hashim bertekad akan membantu pengembalian prasasti tersebut. Pada bagian lain, s ebagai Wakil Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Hashim mengaku dengan perkara yang menimpanya dia semakin banyak tahu tentang masalah hukum, terutama yang terkait dengan arkeologi dan UU Benda Cagar Budaya yang memiliki kelemahan.

Selama hampir tiga bulan menjalani proses persidangan, Hashim mengaku memperoleh banyak hikmah. Setidaknya, aparat penegak hukum, kalangan pers, dan masyarakat semakin tertarik dengan dunia arkeologi dan ikut melestarikan benda cagar budaya. Semoga dengan kasus saya ini, dengan kasus Museum Radya Pustaka, generasi muda semakin tertarik dengan arkeologi, katanya.

Dan terakhir, Hashim meminta kepada pemerintah agar nama baik saya direhabilitasi. Selama ini saya muncul di koran dan televisi, sebagai terdakwa. Saya jadi terkenal. Untungnya banyak yang dukung saya, katanya. (SONYA HELLEN SINOMBOR)       

 

 

 

 

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau