BAGI pengusaha Hashim S Djojohadikusumo, hari Rabu (14/1) menjadi catatan sejarah yang tak akan terlupakan dalam kehidupannya, menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Solo (Jateng)-yang membebaskan dirinya dari dakwaan jaksa penuntut umum yang mendakwanya tidak melaporkan kepemilikan benda cagar budaya (enam arca batu koleksi Museum Radya Pustaka Solo).
Walau menyesalkan adanya dakwaan tersebut, usai mendengarkan vonis bebas dari majelis hakim, kepada pers, adik kandung calon presiden Prabowo Subianto ini menegaskan dirinya tidak pernah akan kapok menggeluti dunia arkeologi. Hashim tetap bertekad melestarikan benda cagar budaya dengan ikut membantu berbagai progam arkeologi.
"Dengan putusan hari ini, saya semakin bergairah melanjutkan apa yang saya sudah mulai," ujarnya.
Bersama Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD), Hashim berjanji akan tetap mendukung prog ram pelestarian benda cagar budaya, seperti mensponsori ekskavasi di Situs Trowulan Majapahit.
"Terus terang saja, kami saja satu-satunya pengusaha di Indonesia yang tertarik membiayai program-program ini yang sebetulnya enggak ada uang untuk itu, ujar Hashim yang mengaku mendapat kepuasaan melakukan hal ini," katanya.
Selain di Situs Trowulan, YKHD juga mendukung pemeliharaan prasasti berbentuk perahu kuno yang diperkirakan berusia 500-600 tahun yang ditemukan di Pantai Rembang.
Hashim juga berjanji akan membant u menfasilitasi pengembalian Prasasti Sangguran (yang dikenal dengan Prasasti Minto) ke Tanah Air. Prasasti yang tingginya sekitar 2 meter dan berat 3,5 ton ini dibuat Raja Kediri tahun 928 Masehi, tetapi dirampas Raffles pada tahun 1814 ketika Inggris me nguasai Pulau Jawa.
Prasasti itu diserahkan Raffles kepada atasannya Lord Minto (saat itu menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda) dan dibawa ke Inggris. Selama sekitar 200 tahun, prasasti tersebut tersimpan di kediaman Lord Minto di Skotlandia.
Delapan Kali Sidang
Sejak awal November 2008 lalu, Hashim menjalani persidangan sebagai terdakwa karena tidak mendaftarkan kepemilikan benda cagar budaya. Sekitar dua bulan lebih, Hashim yang selama tinggal di London, bolak-bolak London-Solo menjalani babak persid angan. Delapan kali persidangan dilewati Hashim.
Sidang dimulai dengan dakwaan JPU Tatang Agus dan Budi Sulistiyono yang menyatakan Hashim melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 huruf (a) UU 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, karen a tidak mendaftarkan kepemilikan benda cagar budaya.
Setelah melewati tiga kali persidangan, tanggal 10 Desember 2008 lalu, Hashim dituntut JPU dengan pidana denda sebanyak Rp 10 juta. Sejumlah kalangan menilai baik pasal yang dikenakan maupun tuntutan yang diajukan JPU terhadap Hashim terlalu ringan.
Sebaliknya, dari pihak Hashim mempertanyakan dakwaan tersebut. Dakwaan tersebut dinilai ironis, karena dalam sejarah peradilan pidana di Indonesia, dakwaan dan tuntutan yang diajukan JPU ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, yang dilakukan terhadap seorang yang dipersalahkan karena tidak melakukan pendaftaraan benda cagar budaya tertentu.
Jaksa dinilai telah keliru menjadikan Hashim sebagai terdakwa, karena Hashim telah lama mendedikasikan diri dalam upaya pelestarian, pemeliharaan, dan penyelamatan benda-benda purbakala dan benda-benda budaya Indonesia.
Tak heran dalam pemeriksaan saksi sempat diwarnai perdebatan tim penasihat hukum dengan JPU. Dua kesempatan persidangan pun dimanfaatkan pihak Hashim, dengan menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) tim penasihat hukum dan pleidoi pribadi dari Hashim.
Selain telah menjadi korban dari konspirasi dari mafia perdagangan benda-benda purbakala, Hashim menyatakan dirinya juga menjadi korban konspirasi politik berupa pembunuhan karakter dan korban penerapan secara keliru dari UU 5/1992.
"Saya tidak pernah melakukan perbuatan pidana pelanggaran apapun, apalagi seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum berdasarkan Pasal 28 huruf a UU 5/1992," ujar Hashim dalam pleidoi pribadi beberapa waktu lalu.
Pembelaan Hashim tidak membuat JPU mundur. Dalam tanggapan JPU atas nota pembelaan terdakwa Hashim (replik), JPU tetap menyatakan Hashim bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. JPU juga tetap pada tuntutan pidana denda Rp 10 juta dan meminta majelis hakim agar menyatakan Hashim bersalah melakukan tindak pidana, karena tidak mendaftarkan pemilikan, pengalihan hak, dan pemindahan tempat benda cagar budaya.
Setelah melewati babak persidangan, majelis hakim yang diketuai Saparudin Hasibuan dan hakim anggota Fakih Yuwono dan JJH Simanjuntak menyatakan Hashim tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan JPU, majelis hakim juga membebaskan Hashim dari dakwaan serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat.
"Banyak terima kasih kepada majelis hakim atas keputusan yang obyektif dan fair. Ini adalah langkah berani," kata Hashim,
Walau hakim membebaskan Hashim, proses hukum belum selesai. Walau di persidangan JPU menyatakan pikir-pikir, Tatang Agus menegaskan masih ada tujuh hari lagi bagi JPU untuk melakukan upaya hukum me nanggapi vonis bebas tersebut. Seperti apa proses selanjutnya kita tunggu saja... ! (SONYA HELLEN SINOMBOR)
hingga akhirnya majelis hakim membebaskan Hashim.
Sejak awal persidangan, Hashim yang didampingi tim penasihat hukum Nicholay Aprili ndo, Tri Budiyono, Krishna Djaja Darumurti, Tyas Ari Arsoyo, Marihot J Hutajulu, dan Ari Siswanto melakukan perlawanan terhadap dakwaan JPU Tatang Agus dan Budi Sulistiyono.
Nicholay Aprilindo, didampingi Tri Budiyono, Krishna
Menjadi terdakwa d alam perkara kepemilikan benda cagar budaya (enam arca Museum Radya Pustaka Solo) dan akhirnya divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Solo, Rabu (14/1), pengusaha Hashim S Djojohadikusumo mengaku tidak kapok menggeluti dunia benda cagar budaya .
Walau menyesalkan adanya dakwaan tersebut terhadap dirinya, adik dari calon Presiden Prabowo Subianto dan putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikumo (alm) menyatakan tetap bergairah mendukung para arkeolog dan mahasiswa-mahasiswa arkeolog dalam upaya p elestarian benda cagar budaya.
Saya dengan putusan ini hari ini semakin bergairah melanjutkan apa yang saya sudah mulai, papar Hashim, kepada pers, seusai mengikuti persidangan yang membebaskan dirinya dari dakwaan jaksa penuntut umum.
Ia menyatakan selama ini Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD)
telah melaksanakan sejumlah program pelestarian benda cagar budaya, misalnya tahun 2008 lalu mensponsori empat perguruan tinggi dan membiayai ekskavasi di Situs Trowulan Majapahit.
Dalam kegiatan in i, YKHD mensponsori kegiatan yang diikuti 80 mahasiswa dan 20 dosen untuk menemukan situs yang hilang, dan memberi kesempatan mahasiswa melakukan penelitian di lapangan-yang seringkali tidak bisa dilakukan karena benturan dana operasional.
Pengusaha di Indonesia hampir tidak ada yang mau biayai. Terus terang saja, kami saja satu-satunya pengusaha di Indonesia yang tertarik membiayai program-program ini yang sebetulnya tidak profitable, enggak ada uang untuk ini, paparnya Hashim.
Walau tidak mendapat keuntungan materi, Hashim mengaku mendapat kepuasan karena mendukung pelestarian benda cagar budaya. Dengan kata lain, kami jalan terus. Tidak takut, ujarnya.
Bahkan saat ini, YKHD mendukung pemeliharaan prasasti berbentuk perahu kuno yang diperkirakan berusia 500-600 tahun yang ditemukan di Pantai Rembang. Yang akan kami lakukan konstruksi atap dan tempat perlindungan, agar perahu tersebut tidak rusak kami membangun shelter, katanya.
Tak hanya melanjutkan program tersebut, Hashim menegaskan dengan putusan m ajelis hakim yang membebaskan dirinya dari dakwaan, dia kini memberanikan diri untuk membantu menfasilitasi pengembalian Prasasti Sangguran (yang dikenal dengan Prasasti Minto) ke Tanah Air.
Prasasti yang tingginya sekitar 2 meter dan berat 3,5 ton ini di buat Raja Kediri tahun 928 Masehi, tetapi dirampas Raffles pada tahun 1814 ketika Inggris menguasai Pulau Jawa. Prasasti itu diserahkan Raffles kepada atasannya Lord Minto (saat itu menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda) dan dibawa ke Inggris. Selama sekitar 200 tahun, prasasti tersebut tersimpan di kediaman Lord Minto di Skotlandia.
Dirjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, meminta bantuan kepada Hashim untuk mengembalikan prasasti tersebut. Bantu bagaimana, ya bantu dengan uang, paparnya.
Ia mengakui, beberapa waktu lalu, karena didakwa melanggar UU Benda Cagar Budaya, ia sempat menghentikan upaya membantu pemerintah tersebut karena takut akan berurusan dengan hukum.
Waktu lalu usaha itu kami stop. Kami takut kalau kami beli dari Lord Minto kembalikan, kami takut nanti di Tanjung Priok kami ditangkap, dianggap penadah. Ini kan negara sakit, ujarnya.
Kini dengan dirinya dibebaskan majelis hakim, Hashim bertekad akan membantu pengembalian prasasti tersebut. Pada bagian lain, s ebagai Wakil Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Hashim mengaku dengan perkara yang menimpanya dia semakin banyak tahu tentang masalah hukum, terutama yang terkait dengan arkeologi dan UU Benda Cagar Budaya yang memiliki kelemahan.
Selama hampir tiga bulan menjalani proses persidangan, Hashim mengaku memperoleh banyak hikmah. Setidaknya, aparat penegak hukum, kalangan pers, dan masyarakat semakin tertarik dengan dunia arkeologi dan ikut melestarikan benda cagar budaya. Semoga dengan kasus saya ini, dengan kasus Museum Radya Pustaka, generasi muda semakin tertarik dengan arkeologi, katanya.
Dan terakhir, Hashim meminta kepada pemerintah agar nama baik saya direhabilitasi. Selama ini saya muncul di koran dan televisi, sebagai terdakwa. Saya jadi terkenal. Untungnya banyak yang dukung saya, katanya. (SONYA HELLEN SINOMBOR)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang