SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menonton pertunjukan tablo teater tentang kisah Presiden Soekarno "menemukan" makam Imam Al-Bukhari.
Eri bersama Rano Karno terlihat menikmati pertunjukan yang diperankan oleh para aktor dari Indonesia dan Uzbekistan tersebut di Balai Budaya Surabaya pada Jumat (27/6/2025).
"Kebanggaan pementasan ini di Surabaya. (Tentang) Uni Soviet yang mengundang dan Soekarno minta didirikan dulu makam Imam Al-Bukhari," kata Eri usai menonton pertunjukan, Jumat.
Baca juga: 11 WNI yang Dievakuasi dari Iran Tiba di Bandara Soekarno-Hatta
Eri menyebut, dalam kisah itu terlihat Surabaya memiliki peran penting bagi Soekarno, saat mendalami ilmu politik dan agama di rumah HOS Tjokroaminoto.
"Soekarno dilahirkan di Surabaya dan dia belajar terkait politik serta belajar terkait penguatan Islam kepada HOS Tjokroaminoto. Jadi (kisah) ini tidak lepas dari pendiri Sarekat Islam," ujarnya.
Eri mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari kisah Soekarno dalam menemukan makam Imam Al-Bukhari. Terutama dalam hal meneruskan semangat yang dibangun di Surabaya.
“Ini mengeksplor betul bagaimana Surabaya dan Soekarno menjadi contoh bagi arek-arek Suroboyo. Mengingatkan kembali, api perjuangan Soekarno harus kita ambil, kita jalankan," jelasnya.
Baca juga: JK Sebut 4 Pulau Masuk Sumut Milik Aceh, Singgung Perjanjian Helsinki dan UU Era Soekarno
Sementara itu, Rano Karno menilai, Soekarno memiliki sisi spiritual yang kuat. Sebab, salah satu pendiri Indonesia tersebut bisa tahu lokasi makam Imam Al-Bukhari meski belum pernah ke Uzbekistan.
"Saya melihatnya, selama dia diasingkan di Ende, pasti dimimpikan tempat itu. Ketika menyusun Pancasila, dia banyak mendapat peringatan atau ilmu dari hadits ini (Imam Al-Bukhari)," ujar Rano.
Oleh karena itu, kata Rano, pertunjukkan tersebut merupakan cara yang tepat dalam menceritakan kisah Soekarno, dalam menemukan kalimat yang disusun untuk Pancasila.
"Bung Karno ini bukan membuat Pancasila, Pancasila sudah ada di Indonesia, tapi memang beliau yang merangkai, penggalinya itu beliau," jelasnya.
Diketahui, pentas Imam Al-Bukhari dan Soekarno tersebut digagas dan diproduksi oleh Bumi Purnati Indonesia. Mereka bekerja sama dengan The Drama Theatre of Kattakurgan, Uzbekistan.
Pertunjukan ini tidak hanya menampilkan unsur teater modern, tetapi juga memadukan musik klasik, lagu-lagu nasional, musik tradisional Indonesia dan Uzbekistan, serta untaian zikir.
Format pementasan tersebut mengusung konsep teater arsip, yang berupaya menghidupkan kembali momen diplomasi penting dalam sejarah hubungan bilateral kedua negara.
Sedangkan, kisah kunjungan Soekarno ke Uzbekistan pada tahun 1956 dilakukan atas undangan Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev. Hal itu menjadi simbol diplomasi non-blok Indonesia.
Akan tetapi, Soekarno memberikan syarat untuk mengunjungi makam Imam Al-Bukhari, sebelum mereka bertemu. Lalu, Khrushchev bergantian datang ke Indonesia pada tahun 1960 silam.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang