SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah kesulitan ekonomi yang melanda, Aulyafillah, seorang perempuan berusia 22 tahun asal Mojokerto, harus berjuang sebagai kepala keluarga.
Dia mengungkapkan kepedihannya saat mendengar kabar bahwa keluarganya tidak mampu membeli beras atau gas elpiji untuk berbuka puasa saat bulan Ramadhan.
"Waktu itu (bulan Ramadhan) ibuku cerita ke aku, ‘Gak isok tumbas beras, mek isok tumbas air minum’ (enggak bisa beli beras, hanya bisa beli air minum)," ujarnya.
Aulyafillah mengungkapkan bahwa harga bahan pokok yang melonjak membuatnya harus memutar otak agar tetap bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Hal sesederhana beli sembako kayak minyak, beras, telur itu aja sekarang mahal banget," ungkapnya saat ditemui Kompas.com, Sabtu (12/4/2025).
Baca juga: Strategi ala Aul Bertarung dengan Kondisi Ekonomi yang Mencekik
Ia menjelaskan bahwa harga telur yang biasanya setengah kilo dapat dibeli seharga Rp 16.000 sampai Rp 18.000 kini hanya bisa mendapatkan 6-8 biji.
Sementara itu, harga beras yang dulunya sekitar Rp 70.000 untuk lima kilogram kini melonjak menjadi lebih dari Rp 100.000.
Sejak ayahnya meninggal pada tahun 2023 dan ibunya tidak bekerja, Aulyafillah terpaksa menjadi pencari nafkah utama untuk membiayai kedua adiknya yang masih duduk di bangku SMA, ibu, dan neneknya.
Gaya hidupnya pun harus berubah drastis.
Dia tidak lagi mengonsumsi barang-barang tersier, seperti belanja, nongkrong di kafe, dan membeli makanan cepat saji.
"Kemarin Lebaran aja keluargaku enggak beli baju baru sama sekali, sudah enggak kuat," sebutnya.
Baca juga: Cari Kerja demi Bantu Keluarga, Nabila Harap Syarat Dipermudah
Dengan pendapatan yang pas-pasan, Aulyafillah harus mengeluarkan sekitar Rp 2,5 juta per bulan untuk kebutuhan keluarganya, termasuk biaya sekolah adik-adiknya, listrik, bensin, dan kebutuhan makan sehari-hari.
Selain itu, dia juga harus mencukupi kebutuhan pribadinya sebagai perantau di Surabaya yang memerlukan sekitar Rp 2 juta per bulan.
Tak jarang, dia mengambil tiga hingga empat pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan.
Aulyafillah menjelaskan bahwa ibunya juga berusaha membantu ekonomi keluarga dengan mengambil pekerjaan serabutan, seperti menjadi tenaga tambahan saat ada hajatan, meski sering dibayar dengan sembako.