NGANJUK, KOMPAS.com – Polisi membeberkan kronologi kasus penganiayaan yang menimpa Muhammad Kafabihi Maulana (12), oleh temannya yang juga sesama santri.
Korban dan terduga pelaku diketahui merupakan santri di Pondok Pesantren Fathul Mubtadi'in, Dusun Grompol, Desa Tanjungtani, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Kapolres Nganjuk, AKBP Siswantoro, membenarkan bahwa pihaknya telah mengamankan SA alias AF (13), warga Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, belum lama ini.
“Kami berhasil mengamankan pelaku setelah melakukan penyelidikan intensif. Pelaku kini dititipkan di shelter Dinas Sosial Kabupaten Nganjuk untuk proses hukum lebih lanjut,” jelas Siswantoro, Jumat (13/12/2024).
Kasat Reskrim Polres Nganjuk, AKP Julkifli Sinaga, menambahkan bahwa insiden penganiayaan ini terjadi pada Kamis (14/11/2024) sekitar pukul 04.30 WIB.
Korban yang tercatat sebagai warga Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, itu diduga dipukul sebanyak lima kali oleh terduga pelaku SA pada bagian lengan kanan akibat emosi.
Saat itu, korban membangunkan terduga pelaku dengan cara menendang. Pelaku pun emosi tak terima ditendang.
“Pemukulan terjadi karena korban menendang pelaku saat dibangunkan untuk shalat subuh,” beber Julkifli.
Penyidik Satreskrim Polres Nganjuk telah memeriksa beberapa saksi. Dari keterangan para saksi tersebut, kata Julkifli, didapati bahwa terduga pelaku memang memukul korban.
Akan tetapi, bagian tubuh korban yang dipukul bukan kepala.
“Keterangan dari para saksi itu menjelaskan bahwa korbannya memang pernah dipukul sama pelaku, tapi cuma di badan, tidak ada ke arah kepala,” tutur Julkifli.
Oleh karenanya, pihak Satreskrim Polres Nganjuk belum bisa memastikan penyebab pendarahan otak yang dialami korban.
“Kalau kepalanya kenapa-napa itu kami belum bisa memastikan. Cuma ada salah satu saksi yang menjelaskan katanya dia sempat jatuh dari tangga, tapi itu cuma satu saksi yang menjelaskan,” sebutnya.
Saat ini terduga pelaku SA dititipkan di Shelter Dinas Sosial Kabupaten Nganjuk untuk penanganan lebih lanjut, mengingat statusnya masih di bawah umur.
Terduga pelaku bakal dijerat dengan Pasal 80 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
“Proses hukum akan terus kami lanjutkan, dengan memperhatikan hak-hak anak baik sebagai pelaku maupun korban,” tutup Julkifli.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang