KOMPAS.com - Konten video "Bertukar Pasangan" tidak dibuat di wilayah Jawa Barat seperti keterangan Gus Samsudin kepada penyidik Polres Blitar.
Polisi mengetahui lokasi sebenarnya, yakni Desa Jatilengger, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, setelah meminta keterangan dari 3 kru pembuatan video tersebut.
Pemilik rumah, Lahuri (63), membenarkan bahwa rumahnya digunakan oleh pengasuh Pondok Pesantren Nuswantoro beserta kru untuk membuat video yang kemudian memicu kontroversi itu.
Baca juga: Samsudin Bikin Konten Bertukar Pasangan demi Subscriber, Kini Diperiksa Polda Jatim
"Pembuatannya hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Malam hari, pekan lalu," ujar Lahuri, ketua RT di Dusun Jatinom, saat ditemui wartawan, Jumat (1/3/2024).
Kata Lahuri, proses pembuatan video selalu berlangsung malam hari hingga menjelang pagi.
Ia pun mengatakan tidak ada perjanjian sewa menyewa antara dirinya dengan Samsudin terkait rumahnya digunakannya sebagai tempat produksi video.
Kata dia, Samsudin hanya memberi uang Rp 200.000 untuk keperluan kopi bagi kru dan para pemeran dalam video.
"Karena anak saya anak buah dia. Sopirnya. Maka daripada memakai rumah orang lain, gak apa-apa di rumah sini saja," terangnya.
Lahuri tidak menjelaskan lebih detail tentang anaknya yang bekerja sebagai sopir pribadi Samsudin.
Dia hanya menyebut bahwa anaknya kebetulan tinggal tidak jauh dari Pondok Pesantren Nuswantoro di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.
Meski demikian, Lahuri mengaku sama sekali tidak mengetahui apa isi video yang dibuat di rumahnya.
Baca juga: Polda Jatim Ambil Alih Kasus Konten Video Bertukar Pasangan oleh Samsudin
Dia mengaku mengetahui isi konten video itu setelah didatangi pihak kepolisian dua hari lalu untuk dimintai keterangan.
Lahuri juga membenarkan bahwa pihak kepolisian menyita banner yang digunakan dalam pembuatan video dari rumahnya.
Dia mengaku menyayangkan isi video tersebut yang bahkan dikatakan sebagai ajaran aliran sesat karena memperbolehkan jemaah saling bertukar pasangan.
Lahuri juga mengaku sempat khawatir masyarakat menyangka adanya perbuatan melanggar norma sosial di rumahnya.