BLITAR, KOMPAS.com – Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut, keberadaan mafia telur dapat merugikan peternak ayam petelur sebagai produsen dan masyarakat luas sebagai konsumen.
Hal ini disampaikan Cak Imin di hadapan ratusan peternak ayam petelur di Desa Dadaplangu, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, pada Kamis (11/1/2024) sore.
Cak Imin menyebut, praktik mafia telur itu tercermin pada keberadaan perusahaan besar yang dalam tata niaga telur disebut sebagai integrator.
“Contohnya tadi, yang integrator harusnya hanya menyediakan DOC (anak ayam), obat dan pakan. Tidak menjual telur ke rakyat,” ujar Cak Imin yang hadir pada kegiatan tersebut dengan didampingi anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Anggia Erma Rini dan Faisol Reza.
Baca juga: Panen Telur di Blitar, Cak Imin: Sehari Konsumsi 2 Insya Allah Protein Terpenuhi
Integrator adalah perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi anak ayam petelur, obat-obatan dan pakan ternak kemasan atau konsentrat. Selama ini, peternak ayam petelur sering mengeluhkan tidak stabilnya harga jual telur karena pihak integrator juga merambah bisnis peternakan ayam petelur.
“Aturannya jelas. Berarti di mana-mana ada mafia, dari hilir ke hulu. Tak kiro mafia nok Jakarta thok (saya kira mafia hanya ada di Jakarta), ternyata mafia telur juga ada,” tambahnya.
Baca juga: Ziarah ke Makam Bung Karno, Cak Imin Mengaku Dapat Perintah dari Para Kiai
Karena itu, lanjut Muhaimin, harus ada ketegasan dalam menegakkan regulasi yang melarang pihak integrator masuk ke usaha produksi telur.
Selain itu, kata dia, perlu kemauan pemerintah untuk membela kepentingan peternak rakyat yang mayoritas merupakan usaha skala menengah hingga kecil.
Persoalan kedua yang sering dihadapi peternak unggas, kata Cak Imin, adalah stabilitas harga jagung yang merupakan salah satu komponen penting pakan ternak unggas.
Kata Cak Imin, ketersediaan jagung dengan harga terjangkau merupakan masalah klasik yang dihadapi peternak unggas rakyat selama bertahun-tahun yang seolah tidak pernah ada solusinya.
“Saya tanya Bu Anggi yang Wakil Ketua Komisi IV (DPR RI). Yo opo wis pirang-pirang tahun kok gak jelas ki lho (kenapa sudah bertahun-tahun kok tidak jelas). Dari dulu jagung selalu bermasalah dan tidak pernah ada solusinya,” ucapnya.