BLITAR, KOMPAS.com – Setelah 12 tahun mengantongi kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia, seorang dosen bahasa Inggris berinisial MB (66) dari universitas swasta di Tulungagung, Jawa Timur, ternyata adalah warga negara asing (WNA) asal Singapura.
Akibatnya, pihak Imigrasi Blitar menangkap dan menahan MB.
Dalam KTP dan dokumen lainnya, MB beridentitas Y, sedangkan pada akta kelahiran yang dimilikinya tertera bahwa Y lahir di Pacitan, Jawa Timur.
Baca juga: Pria Singapura Ini Tipu Indonesia Sejak 1984 gara-gara Nama Tempat Lahir Mirip Pacitan
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar Arief Yudistira mengatakan, terungkapnya status kewarganegaraan dan identitas MB berawal saat MB hendak mengurus dokumen perjalanan ke luar negeri.
“Petugas kami menangkap adanya sejumlah kejanggalan saat melakukan wawancara dengan MB. Hal ini kemudian kami dalami,” ujar Arief pada konferensi pers di Blitar, Jawa Timur, Senin (19/6/2023).
Penggalian keterangan dari MB, lanjutnya, akhirnya berujung pada pengakuan MB tentang statusnya yang masih sebagai WNA Singapura.
Baca juga: WNA Adang Mobil Pejabat Polda Bali, Polisi Sebut Cari Perhatian karena Paspor Hilang
Pengakuan MB selanjutnya diteruskan ke Kedutaan Besar Singapura yang kemudian mengonfirmasi MB sebagai WNA Singapura.
Berdasarkan sertifikat akta kelahiran yang dikeluarkan otoritas terkait di Singapura, lanjut Arief, MB lahir suatu tempat bernama Kampong Pachitan, Changi, Singapura, pada September 1956.
“Jadi beliau ini lahir di Pachitan, tapi bukan Pacitan Indonesia, tapi Pachitan Singapura,” ujarnya.
Menurut Arief, MB sudah keluar masuk Indonesia sebanyak 10 kali sejak tahun 1984.
Kemudian tahun 1998, MB datang ke Indonesia guna kuliah di Universitas Gajayana, Malang, Jawa Timur, jenjang S1 hingga 2006.
Pada tahun 2011, lanjutnya, MB mendapatkan dokumen kewarganegaraan Indonesia secara tidak sah, meliputi KTP, KK, dan akta kelahiran.
Pada akta kelahiran disebutkan MB atau Y lahir di Pacitan, Jawa Timur.
“Pada dokumen kependudukan Indonesia, MB disebutkan lahir di Pacitan Indonesia pada Februari 1973. Jadi 17 tahun lebih muda,” jelasnya.
Menurut Arief, semua dokumen kependudukan itu dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tulungagung.