Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor UB Ini Bisa Berkomunikasi dengan Tanaman, Berikut Penjelasannya

Kompas.com, 1 Juni 2022, 10:34 WIB
Nugraha Perdana,
Reni Susanti

Tim Redaksi


MALANG, KOMPAS.com - Profesor Yusuf Hendrawan dari Universitas Brawijaya (UB), Malang, tengah mengembangkan metode Speaking Plant Approaches (SPA) atau sistem komunikasi yang efektif pada objek pertanian.

Di tangannya, manusia bisa berkomunikasi secara verbal dengan tanaman melalui teknologi computer vision dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Metode SPA dilakukan dengan tujuan menerapkan sistem Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS) untuk melakukan pengukuran kebutuhan daya suplai tumbuh kembang tanaman secara akurat sehingga sistem kontrol pertanian lebih efektif.

"Intinya bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan tanaman melalui SPA, membuat tanaman seolah-olah bisa berbicara atau berkomunikasi, tanya ke alat yang ada, perlu air berapa, nanti diketahui kebutuhannya dengan tingkat akurasi yang tinggi," ujar Yusuf.

Baca juga: Hilang 3 Hari, Seorang Pria Ditemukan Anaknya Tewas di Bawah Tebing

Sejauh ini, dia telah berhasil menerapkan metode SPA ke tanaman lumut. Profesor Yusuf Hendrawan dapat bertanya ke tanaman tersebut seperti kebutuhan air dan pencahayaannya.

Melalui alat-alat yang digunakan, bisa didapatkan jawaban secara langsung.

"Tanaman itu bisa stress misal diberi suplai air dan pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhannya, seperti lumut akan tumbuh optimal berfotosintesis kalau kadar airnya pas, kalau berlebihan tidak bisa, maka kita cari titik optimalnya," ucap dia.

Data dari metode pengukuran objek hayati didapatkan melalui analisis gambar digital dari kamera digital.

Analisis gambar digital ini menggunakan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Dia mengatakan alat-alat yang digunakan dalam pengembangan teknologi SPA lebih murah daripada yang dikembangkan Jepang. Budget yang dibutuhkan untuk menerapkan hasil pengembangan teknologi buatannya hanya jutaan rupiah.

Baca juga: Cerita Warga Ende Tunggu Jokowi dari Jam 3 Pagi, Mimpi Jabat Tangan Presiden Kandas karena Sandal Putus

Meski begitu, dia menjamin teknologi buatannya itu memiliki kualitas sama yang tengah dikembangkan di Jepang.

Hal itu bisa dilakukan karena ia telah memperkuat teknologi kecerdasan buatan yang jauh lebih kompleks dan optimum seperti melalui koding komputer.

"Saya menggunakan alat yang murah tetapi akurasinya hampir sama yang dikembangkan di Jepang, alatnya seperti web camera, digital microscope, scanner, dan sebagainya yang semuanya harganya tidak lebih dari Rp 1 juta. Alat-alat yang lebih canggih seperti hyperspectral camera, terahertz, dan lain sebagainya bisa mencapai miliaran rupiah untuk alat sensornya," ungkapnya.

Pengembangan sistem IBIS itu sudah dimulai sejak 2008. Ke depan, Yusuf akan mengembangkan metode SPA lebih lanjut. 

Baca juga: Mahasiswa UB Malang Ditangkap Densus 88, Pengamat: Anak Muda Rentan Terpapar Radikalisme

Dia berharap, teknologi buatannya kelak dapat mendukung sistem pertanian melalui metode Plant Factory atau pabrikan tanaman secara tertutup.

"Sehingga manusia dapat memproduksi hasil pertanian dengan karakteristik produk pertanian yang sesuai dengan permintaan konsumen atau kebutuhan pasar dan cepat, tidak bergantung lagi pada iklim atau cuaca," tutur dia.

Perlu diketahui, Yusuf Hendrawan merupakan profesor termuda di Indonesia dalam bidang Ilmu Keteknikan Pertanian di bidang saintek UB.

Pengukuhan gelar profesornya baru dilakukan Selasa (31/5/2022). Pengukuhan ini menempatkan Yusuf sebagai profesor aktif ke-12 dari Fakultas Teknologi Pertanian dan professor aktif ke-166 di UB, serta menjadi profesor ke-294 yang dihasilkan UB.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau