Salin Artikel

Profesor UB Ini Bisa Berkomunikasi dengan Tanaman, Berikut Penjelasannya

Di tangannya, manusia bisa berkomunikasi secara verbal dengan tanaman melalui teknologi computer vision dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Metode SPA dilakukan dengan tujuan menerapkan sistem Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS) untuk melakukan pengukuran kebutuhan daya suplai tumbuh kembang tanaman secara akurat sehingga sistem kontrol pertanian lebih efektif.

"Intinya bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan tanaman melalui SPA, membuat tanaman seolah-olah bisa berbicara atau berkomunikasi, tanya ke alat yang ada, perlu air berapa, nanti diketahui kebutuhannya dengan tingkat akurasi yang tinggi," ujar Yusuf.

Sejauh ini, dia telah berhasil menerapkan metode SPA ke tanaman lumut. Profesor Yusuf Hendrawan dapat bertanya ke tanaman tersebut seperti kebutuhan air dan pencahayaannya.

Melalui alat-alat yang digunakan, bisa didapatkan jawaban secara langsung.

"Tanaman itu bisa stress misal diberi suplai air dan pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhannya, seperti lumut akan tumbuh optimal berfotosintesis kalau kadar airnya pas, kalau berlebihan tidak bisa, maka kita cari titik optimalnya," ucap dia.

Data dari metode pengukuran objek hayati didapatkan melalui analisis gambar digital dari kamera digital.

Analisis gambar digital ini menggunakan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Dia mengatakan alat-alat yang digunakan dalam pengembangan teknologi SPA lebih murah daripada yang dikembangkan Jepang. Budget yang dibutuhkan untuk menerapkan hasil pengembangan teknologi buatannya hanya jutaan rupiah.

Meski begitu, dia menjamin teknologi buatannya itu memiliki kualitas sama yang tengah dikembangkan di Jepang.

Hal itu bisa dilakukan karena ia telah memperkuat teknologi kecerdasan buatan yang jauh lebih kompleks dan optimum seperti melalui koding komputer.

"Saya menggunakan alat yang murah tetapi akurasinya hampir sama yang dikembangkan di Jepang, alatnya seperti web camera, digital microscope, scanner, dan sebagainya yang semuanya harganya tidak lebih dari Rp 1 juta. Alat-alat yang lebih canggih seperti hyperspectral camera, terahertz, dan lain sebagainya bisa mencapai miliaran rupiah untuk alat sensornya," ungkapnya.

Pengembangan sistem IBIS itu sudah dimulai sejak 2008. Ke depan, Yusuf akan mengembangkan metode SPA lebih lanjut. 

Dia berharap, teknologi buatannya kelak dapat mendukung sistem pertanian melalui metode Plant Factory atau pabrikan tanaman secara tertutup.

"Sehingga manusia dapat memproduksi hasil pertanian dengan karakteristik produk pertanian yang sesuai dengan permintaan konsumen atau kebutuhan pasar dan cepat, tidak bergantung lagi pada iklim atau cuaca," tutur dia.

Perlu diketahui, Yusuf Hendrawan merupakan profesor termuda di Indonesia dalam bidang Ilmu Keteknikan Pertanian di bidang saintek UB.

Pengukuhan gelar profesornya baru dilakukan Selasa (31/5/2022). Pengukuhan ini menempatkan Yusuf sebagai profesor aktif ke-12 dari Fakultas Teknologi Pertanian dan professor aktif ke-166 di UB, serta menjadi profesor ke-294 yang dihasilkan UB.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/06/01/103423778/profesor-ub-ini-bisa-berkomunikasi-dengan-tanaman-berikut-penjelasannya

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com