Ia menanam wortel jenis Berastagi karena lebih diminati pasar, meski tantangan harga kerap menghantui. Sebab, harga jual dari petani 7.000 per kilogram, namun jika tak laku bisa anjlok hanya Rp 1.000 per kilogram.
Baca juga: Wali Kota Malang Jelaskan Faktor Penyebab Banjir Kepung Kota Malang
"Di bawah Rp 2.000 itu agak berat karena biaya tenaga. Sekarang pupuk mahal, subsidi untuk sayur juga tidak ada. Ini saya buat pupuk sendiri dari kotoran ayam,” ujar Joko Wibisono.
Apalagi harga wortel lokal kerap tertekan akibat impor dan perubahan preferensi pasar.
Namun di balik segala kesulitan, menanam alpukat, sukun, dan durian memberikan manfaat ekologis nyata.
Tanaman-tanaman itu membantu meningkatkan resapan air dan mengurangi risiko banjir maupun erosi.
“Setelah ditanami ini banyak manfaatnya seperti mengurangi banjir, kan jadi ada resapannya,” sambung dia.
Selain itu adanya bimbingan dan pendampingan terhadap petani yang berlangsung intensif, sehingga para petani tertata dalam menjalankan program ini.
"Terus diberi arahan seperti ini itu kita ikuti lalu mendampingi juga selama lima tahun."
"Dua hari sekali atau tiga hari sekali dalam seminggu mereka naik ke kebun ini,” kata Joko.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang