LUMAJANG, KOMPAS.com - Ismail (43) warga Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, duduk bersila di depan posko pengungsian SDN 4 Supiturang.
Tangan kanannya memegang segelas kopi. Sedangkan, di tangan kiri ada sebatang rokok kretek yang diputar-putar dengan jarinya.
Sesekali kepalanya menengadah melihat langit. Ia masih tidak percaya malam ini harus berada di posko pengungsian bersama tetangga lainnya.
"Rumah saya timurnya musala yang ambruk itu, habis semua sekarang tinggal fondasi," kata Ismail membuka cerita kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025) kemarin.
Ismail lalu menceritakan lokasinya saat detik-detik erupsi Gunung Semeru berupa luncuran awan panas menerjang aliran Sungai Besuk Kobokan.
Baca juga: Saat Warga Pronojiwo Kebingungan Harus Tinggal di Mana Usai Rumahnya Disapu Banjir Lahar Semeru...
Saat itu, masih pukul 14.00 WIB. Ismail dan para penambang lainnya berada di aliran Sungai Besuk Kobokan. Ada yang menambang pasir, ada juga yang mengumpulkan batu sungai seperti dirinya.
Tiba-tiba sirine peringatan pertama berbunyi, tanda awan panas Gunung Semeru mulai meluncur cepat dari puncak kawah jonggring saloko.
Posisi Ismail berdiri memang cukup jauh dari puncak yakni sekitar 10 kilometer. Namun, ia dan penambang lainnya tidak mau ambil risiko. Sehingga memutuskan pergi meninggalkan sungai.
"Jam dua itu ada informasi awan panas, saya lagi di sungai, langsung semua semburat keluar dari area sungai," ceritanya.
Baca juga: Seluruh Pendaki Gunung Semeru yang Tertahan di Ranukumbolo Sudah Tiba di Ranupane
Sesampainya di rumah, Ismail masih sempat mandi, salah zuhur, dan menyeruput kopi buatan istrinya sambil memantau perkembangan luncuran awan panas dari teras rumahnya.
Saat itu, kondisi Gunung Semeru memang tertutup kabut tebal. Sehingga, secara kasat mata maupun pantauan CCTV, tidak terlihat luncuran awan panas sudah sampai jarak berapa kilometer dari puncak.
Namun, rekaman seismograf, menunjukkan luncuran awan panas dengan amplitudo maksimal 40 milimeter masih terus berlangsung.
"Saya masih santai di rumah sambil lihat-lihat situasi sama tetangga itu ngobrol-ngobrol," kenang dia.
Saat kabut perlahan mulai menghilang, Ismail baru sadar luncuran awan panas sudah dekat dengan permukiman warga.
Baca juga: 200 Rumah Warga Terdampak Erupsi Semeru, 21 Rusak Parah
Sontak, ia langsung membawa pergi istri, anak, dan mertuanya keluar dari rumah menuju lokasi aman.
Saat itu jam sudah menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB. Ismail tidak tahu harus pergi ke mana, yang ada dipikirannya hanya menjauh dari kejaran awan panas.
"Pas kelihatan (awan panas) sudah dekat langsung saya lari sama anak, istri, dan mertua," ujar dia.
Hanya baju yang menempel di badan yang dibawanya saat itu. Barang-barang berharga yang dibelinya dari kerja keras bertahun-tahun tidak sempat diselamatkan.
Beruntung, istrinya masih sempat membawa surat-surat penting seperti BPKP, surat tanah, dan ijazah.
"Saya keluar hanya bawa ini yang saya pakai sekarang, istri sempat bawa surat-surat," kata Ismail.
"Kalau saya tahu rumah saya parah seperti ini kan cukup waktu dua jam untuk setidaknya bereskan setengah isi rumah," kata dia.
Baca juga: Kondisi SDN 2 Supiturang Usai Erupsi Semeru, Bangunan Hilang Tersisa Fondasi
Ismail mengaku, sesaat setelah awan panas dan banjir lahar hujan Gunung Semeru, ia kembali ke rumah mengambil pakaiannya dan keluarga. Namun, sesampainya di sana, ia melihat rumahnya sudah rata dengan pasir.
"Jam delapan malam itu saya sempat ke rumah rencananya mau ambil baju, tapi pas ke sana sudah tidak ada yang bisa diambil, kondisinya juga masih panas pasirnya," lanjutnya.
Kini, Ismail hanya bisa menyesali keteledorannya saat erupsi terjadi. Ia mengaku tidak tahu harus ke mana saat situasi bencana berakhir. Yang artinya, posko pengungsian juga akan ditutup.
Memang, Ismail sudah memiliki rumah di hunian tetap Bumi Semeru Damai (BSD) Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro.
Rumah itu didapatnya dari pemerintah sebagai ganti atas ditetapkannya Dusun Sumbersari dalam kawasan rawan bencana (KRB) III yang tidak boleh ditinggali akibat erupsi Gunung Semeru tahun 2021.
Baca juga: Hujan Abu Masih Mengguyur Lereng Gunung Semeru, Warga Diimbau Pakai Masker
Namun, di sana ia mengaku tidak bisa bekerja untuk menghidupi keluarganya dan akhirnya memutuskan kembali ke Dusun Sumbersari.
"Di sana (huntap) tidak bekerja malah menghabiskan barang, kalau di sini bisa ke sawah, tapi sekarang sawahnya sudah habis juga kena erupsi kemarin," kata dia.
Kini, Ismail berencana mencari permukiman baru di sekitar Kecamatan Pronojiwo, alih-alih kembali ke BSD Desa Sumbermujur.
"Cari di daerah sini saja sepertinya, paling ke huntap setahun dua kali untuk bersih-bersih saja," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang