Salin Artikel

Penyesalan Ismail, Tak Segera Kemasi Barang, Malah Ngopi saat Erupsi Gunung Semeru

Tangan kanannya memegang segelas kopi. Sedangkan, di tangan kiri ada sebatang rokok kretek yang diputar-putar dengan jarinya.

Sesekali kepalanya menengadah melihat langit. Ia masih tidak percaya malam ini harus berada di posko pengungsian bersama tetangga lainnya.

"Rumah saya timurnya musala yang ambruk itu, habis semua sekarang tinggal fondasi," kata Ismail membuka cerita kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025) kemarin.

Ismail lalu menceritakan lokasinya saat detik-detik erupsi Gunung Semeru berupa luncuran awan panas menerjang aliran Sungai Besuk Kobokan.

Saat itu, masih pukul 14.00 WIB. Ismail dan para penambang lainnya berada di aliran Sungai Besuk Kobokan. Ada yang menambang pasir, ada juga yang mengumpulkan batu sungai seperti dirinya.

Tiba-tiba sirine peringatan pertama berbunyi, tanda awan panas Gunung Semeru mulai meluncur cepat dari puncak kawah jonggring saloko.

Posisi Ismail berdiri memang cukup jauh dari puncak yakni sekitar 10 kilometer. Namun, ia dan penambang lainnya tidak mau ambil risiko. Sehingga memutuskan pergi meninggalkan sungai.

"Jam dua itu ada informasi awan panas, saya lagi di sungai, langsung semua semburat keluar dari area sungai," ceritanya.

Sesampainya di rumah, Ismail masih sempat mandi, salah zuhur, dan menyeruput kopi buatan istrinya sambil memantau perkembangan luncuran awan panas dari teras rumahnya.

Saat itu, kondisi Gunung Semeru memang tertutup kabut tebal. Sehingga, secara kasat mata maupun pantauan CCTV, tidak terlihat luncuran awan panas sudah sampai jarak berapa kilometer dari puncak.

Namun, rekaman seismograf, menunjukkan luncuran awan panas dengan amplitudo maksimal 40 milimeter masih terus berlangsung.

"Saya masih santai di rumah sambil lihat-lihat situasi sama tetangga itu ngobrol-ngobrol," kenang dia.

Saat kabut perlahan mulai menghilang, Ismail baru sadar luncuran awan panas sudah dekat dengan permukiman warga.

Sontak, ia langsung membawa pergi istri, anak, dan mertuanya keluar dari rumah menuju lokasi aman.

Saat itu jam sudah menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB. Ismail tidak tahu harus pergi ke mana, yang ada dipikirannya hanya menjauh dari kejaran awan panas.

"Pas kelihatan (awan panas) sudah dekat langsung saya lari sama anak, istri, dan mertua," ujar dia.

Hanya baju yang menempel di badan yang dibawanya saat itu. Barang-barang berharga yang dibelinya dari kerja keras bertahun-tahun tidak sempat diselamatkan.

Beruntung, istrinya masih sempat membawa surat-surat penting seperti BPKP, surat tanah, dan ijazah.

"Saya keluar hanya bawa ini yang saya pakai sekarang, istri sempat bawa surat-surat," kata Ismail.

"Kalau saya tahu rumah saya parah seperti ini kan cukup waktu dua jam untuk setidaknya bereskan setengah isi rumah," kata dia.

Ismail mengaku, sesaat setelah awan panas dan banjir lahar hujan Gunung Semeru, ia kembali ke rumah mengambil pakaiannya dan keluarga. Namun, sesampainya di sana, ia melihat rumahnya sudah rata dengan pasir.

"Jam delapan malam itu saya sempat ke rumah rencananya mau ambil baju, tapi pas ke sana sudah tidak ada yang bisa diambil, kondisinya juga masih panas pasirnya," lanjutnya.

Kini, Ismail hanya bisa menyesali keteledorannya saat erupsi terjadi. Ia mengaku tidak tahu harus ke mana saat situasi bencana berakhir. Yang artinya, posko pengungsian juga akan ditutup.

Memang, Ismail sudah memiliki rumah di hunian tetap Bumi Semeru Damai (BSD) Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro.

Rumah itu didapatnya dari pemerintah sebagai ganti atas ditetapkannya Dusun Sumbersari dalam kawasan rawan bencana (KRB) III yang tidak boleh ditinggali akibat erupsi Gunung Semeru tahun 2021.

Namun, di sana ia mengaku tidak bisa bekerja untuk menghidupi keluarganya dan akhirnya memutuskan kembali ke Dusun Sumbersari.

"Di sana (huntap) tidak bekerja malah menghabiskan barang, kalau di sini bisa ke sawah, tapi sekarang sawahnya sudah habis juga kena erupsi kemarin," kata dia.

Kini, Ismail berencana mencari permukiman baru di sekitar Kecamatan Pronojiwo, alih-alih kembali ke BSD Desa Sumbermujur.

"Cari di daerah sini saja sepertinya, paling ke huntap setahun dua kali untuk bersih-bersih saja," kata dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/11/21/110008478/penyesalan-ismail-tak-segera-kemasi-barang-malah-ngopi-saat-erupsi-gunung

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com