Setelah melihat kondisi rumahnya tak lagi berbentuk, Sumiyati mengaku kebingungan harus tinggal di mana. Satu-satunya pilihan adalah kembali ke hunian tetap BSD.
Namun, kegalauan terus menyelimuti Sumiyati karena tidak tahu harus mendapatkan penghasilan dari mana jika tinggal di kawasan relokasi itu.
Sebab, setahun lebih sejak menerima kunci rumah di BSD pada 2022, ia mengaku tidak bisa bekerja.
"Kalau di sini bisa ke sawah, tanam cabai, tomat, di sana (BSD) enggak bisa kerja," jelasnya.
Anik, warga lainnya mengatakan, tidak ada lagi barang di rumahnya yang tersisa usai disapu banjir lahar hujan Gunung Semeru.
Ia lari dari rumahnya hanya membawa baju yang menempel di tubuh. Barang-barang berharga tidak sempat diselamatkan.
"Sendok satu saja tidak ada, semuanya habis," ungkapnya.
Baca juga: Khofifah Janji Segera Perbaiki Fasos dan Fasum Terdampak Erupsi Semeru
Berdasarkan data Pemkab Lumajang, sebanyak 1.131 warga di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, mengungsi akibat erupsi Gunung Semeru. Mereka mengungsi ke 11 lokasi pengungsian.
Rinciannya, 7 lokasi pengungsian berada di Kecamatan Pronojiwo dengan jumlah pengungsi sebanyak 806 jiwa. Sedangkan, di Kecamatan Candipuro, dari empat lokasi pengungsian, terdapat 325 warga yang mengevakuasi diri ke sana.
"Jumlah pengungsi sampai hari ini ada 1.000 orang lebih tersebar di 11 lokasi pengungsian di dua kecamatan," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang Agus Triyono, Kamis (20/11/2025).
Agus menyebut, jumlah pengungsi tersebut masih bisa naik maupun turun tergantung perkembangan kondisi Gunung Semeru.
Menurutnya, warga di sekitar lereng Gunung Semeru sudah paham karakter gunung. Sehingga, saat kondisi sudah dirasa normal, warga akan kembali ke rumahnya masing-masing.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang