Menurut Indah, oknum petugas yang bekerja sama dengan penimbun solar, mendapatkan keuntungan sekitar Rp 300 per liter.
Artinya, jika dalam sehari ada 1.000 liter BBM subsidi yang dibeli secara curang, ada Rp 300.000 yang dikantongi oknum operator nakal.
Dalam setahun, oknum petugas ini bisa meraup untung sebesar Rp 109.500.000.
"Jadi harga solar subsidi Rp 6.800, oknum (penimbun) bisa membeli di SPBU itu Rp 7.100, yang Rp 300 untuk oknum misalnya operator," kata Indah di Lumajang, Senin (17/11/2025).
Kelompok berikutnya yakni oknum penimbun solar subsidi, yang merupakan kelompok penyalur dari SPBU ke perusahaan pengguna.
Menurut Indah, dari harga beli Rp 7.100 di SPBU tadi, solar subsidi bisa dijual ke oknum perusahaan dengan harga Rp 9.000 per liter.
Artinya, keuntungan yang dikantongi oknum penimbun solar subsidi mencapai Rp 1.900 per liter.
Baca juga: Truk Penimbun Solar Subsidi di Lumajang Punya Lebih dari 10 Barcode, Ini Penjelasan Pertamina
Menurut Indah, oknum penimbun bisa menjual 2.000 liter solar subsidi ke perusahaan setiap hari.
Apabila jumlah tersebut dikalikan keuntungan Rp 1.900 per liter, kelompok penimbun bisa meraup untung sebesar Rp 3.800.000 per hari.
Dalam setahun, oknum penimbun bisa membawa pulang keuntungan sebesar Rp 1.387.000.000.
"Jualnya ke pengguna itu Rp 9.000 kan, Rp 1.900 untungnya. Sekali jual itu bisa 2.000 liter, kalau dia lakukan itu setiap hari, ya bisa dihitung," ucap dia.
Kelompok terakhir yakni oknum perusahaan industri yang seharusnya menggunakan BBM jenis solar industri untuk operasional, tetapi malah curang dengan menggunakan solar subsidi.
Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rehadi mengatakan, rata-rata solar industri dibanderol dengan harga Rp 20.000 per liter.
Namun, harga tersebut bisa berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.
"(Kisaran harga solar industri) Rp 20.000 (per liter). Kalau solar industri, tidak seperti solar di SPBU, harga per segmen konsumen berbeda-beda sesuai SK dan kontrak, ada formula hitungan tersendiri di masing-masing konsumennya," kata Ahad Rehadi kepada Kompas.com.